Hukum Mengganti Nisan dengan Keramik – Pernahkah ada sepintas pertanyaan di benak Anda mengenai kuburan/makam?
Makam merupakan sebuah tempat penyimpanan mayat dengan tata cara yang sudah ada ketentuannya dalam syariat.
Tidak hanya di Islam, di agama-agama lain juga mengajarkan mengenai keharusan mengubur manusia yang sudah tidak bernyawa lagi.
Dan ada juga ajaran agama lain yang tidak mengharuskan adanya proses penguburan jenazah, tetapi cukup menyimpannya pada sebuah lubang yang berada di tebing-tebing batu.
Bahkan ada juga kepercayaan yang mengajarkan pembakaran jenazah kemudian abunya mereka lepas di perairan.
Baca juga:
Kembali lagi ke makam. Ada sebuah pertanyaan yang dari dulu menjadi persoalan yang agak serius. Yaitu mengenai memperbarui nisan makam, khususnya dalam tanah pemakaman umum.
Kemudian bagaimana hukumnya jika hal tersebut mereka lakukan di tanah pribadi? Berikut pembahasannya.
Sebelum ke pembahasan memperbarui batu nisan. Ada sebuah kasus yang konteksnya sangat terkait, yaitu hukum mencabut nisan itu sendiri.
Pada saat memperbarui batu nisan, proses mencabut batu nisan tidak mungkin tidak kita lakukan.
Maka dari itu, ada keharusan melibatkan para ahli yang bisa memprediksi apakah jenazah yang ada di dalam makam tersebut sudah rusak atau belum.
Jika sudah rusak, maka hukum pencabutan nisan hukumnya adalah boleh.
Sebab, jika kita asal-asalan mencabut batu nisan, nanti ada kekhawatiran pada saat menggali kuburan baru, kita mendapati lubang jenazah yang masih dalam proses membusuk.
Seperti yang sudah kami singgung di atas, hukum memperbarui nisan adalah boleh.
Adapun masa rusaknya jenazah hingga menjadi tanah ada yang mengatakan 15 tahun, ada pula yang mengatakan 25 tahun, bahkan ada juga yang berpendapat 70 tahun.
Perbedaan tersebut penyebabnya adalah perbedaan iklim yang berbeda-beda pada setiap daerah.
Hukum menembok kuburan, mengecor kuburan, atau membuat pagar kuburan adalah haram apabila di pemakaman umum.
Tetapi jika makam tersebut terletak di tanah milik pribadi, maka hukumnya boleh (makruh).
Di dalam kitab Fathul Mu’in terdapat penjelasan bahwa makruh hukumnya membangun sesuatu bangunan apapun di atas kuburan/makam.
Sebagaimana hadis Shahih melarangnya, jika tanpa ada keperluan seperti kekawatiran akan digali atau dibongkar oleh binatang buas, atau diterjang banjir.
Hukum makruh tersebut berlaku untuk makam yang berada di tanah milik pribadinya.
Sedangkan membangun kuburan tanpa suatu keperluan sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas, atau membangun kubah di atas pemakaman yang terletak di pemakaman umum, maka hukumnya haram dan harus kita hancurkan, karena bangunan tersebut akan masih ada ketika jenazah sudah hancur.
Tetapi ada pengecualian. Sebagaimana pendapat Imam Bujairimi, “Sebagian ulama mengecualikan keberadaan bangunan makam pada makam para Nabi-Nabi, para syuhada, orang-orang sholeh, dan lainnya.”
Sebuah problematika yang satu ini juga sudah salah kaprah di kalangan masyarakat kita.
Bahkan, mereka memanfaatkan peluang ini untuk ladang bisnis. Tidak jarang kita temukan kijing-kijing makam menjadi komoditas barang dagangan, memasang harga yang sesuai dengan kerumitan dan model.
Seakan-akan mereka memberi pemahaman umum kepada masyarakat bahwa kijing merupakan sesuatu yang boleh dalam Islam.
Padahal di Islam sendiri sudah sangat jelas bahwa hukum memasang kijing pada kuburan adalah haram.
Sebenarnya di dalam hadis-hadis sudah banyak yang menjelaskan mengenai larangan pemasangan kijing pada makam.
Tidak perlu berbicara hadis, di dalam kita Al-Umm ada dalil mengenai larangan tersebut. Al-Umm sendiri merupakan kitab “induk fiqih” mazhab Syafi’i.
Di dalam kitab Al-Umm dijelaskan bahwa beliau menyukai agar kuburan tidak diberi sebuah bangunan di atasnya, dan tidak perlu pula disemen.
Karena hal tersebut sama saja dengan menghias makam, dan seolah-olah membanggakan makam itu sendiri.
Padahal kita tahu, kuburan adalah penanda dari sebuah kematian, dan kematian sama sekali tidak layak untuk dihiasi. (Al-Umm, 1/277)
Itulah pembahasan mengenai Hukum Mengganti Nisan dengan Keramik, Kijing dan Semen, dan hukum mencabut dan mengganti batu nisan, serta hukum membangun tembok/pagar di makam.
Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam