Contoh lain: Seseorang berkata, “Apabila aku naik kelas, maka aku akan bersedekah kepada siapapun yang duduk di kursi paling pojok itu”
Nazar dalam pandangan Islam
Nazar sendiri artinya adalah “janji”. Entah janji baik maupun janji buruk. Tetapi tidak semua orang berhak melaksanakan nazar. Nazar dikhususkan bagi mereka yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:
Nazar tidak akan sah apabila dilakukan oleh anak kecil yang belum baligh, serta tidak sah dilakukan oleh orang yang tidak memiliki akal, gangguan jiwa, pikun, ayan, dan gangguan-gangguan akal lainnya. Nazar juga tidak sah dilakukan oleh orang yang belum mumayyiz atau mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Hukum melanggar nazar
Hukum melanggar nazar adalah dosa. Nazar merupakan ikrar janji yang wajib dilakukan. Apabila nazar itu berupa hal-hal yang baik, seperti puasa, sedekah, makan, minum, maka wajib baginya menunaikan nazar tersebut. Dan apabila nazar tersebut memiliki unsur maksiat, maka tidak sah baginya nazar tersebut.
Rasulullah Saw. pernah bersabda,
“Barangsiapa yang bernazar akan mentaati Allah, maka hendaklah ia taat. Dan barangsiapa yang bernazar akan bermaksiat kepada Allah, maka hendaklah jangan bermaksiat kepadanya.”
Hadis di atas sekaligus menjawab pertanyaan “Kapan pembatalan nazar dibolehkan?” Karena kita tahu, tidak semua nazar dianggap sah. Nazar-nazar yang bertentangan dengan syariat Islam akan ditentang pula oleh Allah. Contoh: “Apabila suatu hari nanti aku jadi kaya, aku akan membeli dan meminum anggur paling malah di dunia.”
Kapan nazar dinyatakan sah dan tidak sah?
Nazar bisa dikatakan sah atau “mengikat” atau “berlaku” jika dimaksudkan untuk bertaqarrub kepada Allah lewat hal-hal yang dibolehkan. Dan wajib baginya memenuhi nazar tersebut.
Sedangkan nazar yang dimaksudkan untuk bermaksiat kepada Allah, maka dinyatakan tidak sah, seperti nazar mengunjungi orang-orang ahli maksiat, nazar meminum khamr (minum minuman keras), nazar membunuh, bernazar akan meninggalkan salat, atau menyakiti kedua orang tuanya.
Apabila ia bernazar untuk alasan demikian, maka tidak wajib baginya memenuhinya, bahkan hal tersebut tidaklah berlaku. Dan ketika ia meninggalkan atau membatalkan nazar tersebut, tidak wajib baginya membayar kafarat (denda).
Nazar yang diperbolehkan
Sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas bahwa Nazar dinyatakan sah apabila bertujuan untuk bertaqarrub kepada Allah dan tidak sah jika untuk maksiat.
Bernazar dengan hal yang mubah harus dibuktikan dengan perbuatan. Apabila kita bernazar untuk hal-hal yang umum sifatnya tetapi diperbolehkan dalam syariat Islam, maka tunaikanlah sebagaimana Nazar yang telah kita ikrarkan.
Abu Daud menceritakan bahwa Rasulullah pernah ditangani oleh seorang wanita. Kemudian wanita itu berkata, “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini telah bernazar, jika kau selama dari peperangan, aku akan memukul rebana untuk menyambutmu.” Kkemudian Rasulullah bersabda.”Penuhilah Nazarmu.”
Memukul rebana dalam konteks ini merupakan hal yang mubah (dibolehkan), bukan suatu ibadah untuk taat kepada Allah, Tetapi karena aktivitas tersebut merupakan hal yang tidak dilarang oleh agama, maka statusnya akan jadi “nazar mubah” apabila digunakan untuk ikrar nazar.
Nazar bersyarat dan tidak bersyarat
Nazar bersyarat adalah nazar yang wajib dilakukan apabila syarat yang kita kaitkan terpenuhi. Contoh, Kita mensyaratkan “kesembuhan penyakit” ketika kita ingin nazar “memberi makan orang miskin.” Apabila syarat tersebut terpenuhi, maka wajib baginya menunaikan nazarnya.
Contoh: Seseorang berkata, “ Jika Allah menyembuhkan penyakitku, maka aku akan memberi makan 3 orang miskin,” atau “Apabila cita-citaku dikabulkan oleh Allah, aku akan melakukan puasa selama 30 hari.” Itulah contoh nazar bersyarat.
Sedangkan nazar tidak bersyarat adalah kebalikan dari nazar bersyarat, yaitu sebuah nazar atau janji yang dibuat secara mutlak tanpa menyertakan syarat apapun. Dalam Islam sering disebut juga dengan “nazar mutlak”, atau nazar yang tidak memiliki kaitan apapun.
Contoh, “Aku bernazar akan mendirikan shalat dua rakaat”, atau “Aku bernazar akan berpuasa 3 hari besok.” Untuk jenis nazar ini wajib hukumnya dipenuhi karena termasuk sabda Rasullah yang berbunyi, “Siapa yang bernazar bahwa ia akan menaati Allah, maka ia wajib menaati-Nya.”
Kafarat (denda) nazar
Jika orang yang bernazar tidak memenuhi nazarnya atau menarik perkataan nazarnya, maka wajib baginya membayar kafarat.
Nazar puasa tetapi tidak mampu
Misal, orang yang bernazar puasa tetapi ia tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi nazarnya karena faktor usia atau penyakit yang menimpanya, maka wajib baginya membayar kafarat melanggar sumpah atau memberi makan satu orang miskin untuk setiap harinya.
Nazar sedekah harta
Barangsiapa yang berjanji akan bersedekah dengan semua hartanya atau berkata, “Hartaku untuk kepentingan fi sabilillah.” Maka menurut Imam Syafi’i, ia terkena kafarat sumpah. Sedangkan menurut Imam Maliki, ia wajib mengeluarkan sepertiga hartanya. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, ia wajib mengeluarkan harta itu dari setiap yang terkena zakat.
Orang yang meninggal dunia dan mempunyai utang nazar
Ibnu Majah meriwayatkan bahwa ada seorang wanita datang bertanya kepada Nabi,
“Sesungguhnya Ibuku telah meninggal dunia yang mempunyai Nazar puasa sebelum dapat memenuhinya.” Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “Walinya berpuasa untuk mewakilinya.”