Hiwalah adalah akad pemindahan utang piutang satu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak yang terlibat, yaitu muhil atau madin, pihak yang memberi utang (muhal atau da’in) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih). Di pasar keuangan konvensional praktik Hiwalah dapat dilihat pada transaksi anjak piutang (factoring). Namun kebanyakan ulama tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan utang atau piutang tersebut.
Hiwalah dibenarkan dalam Islam. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw. dalam riwayat mayoritas jumhur ulama dengan lafadz yang berbeda, “Memperlambat pembayaran utang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah beralih.” Di samping itu terdapat kesepakatan ulama yang menyatakan, bahwa tindakan Hiwalah boleh dilakukan.
Rukun dan syarat yang harus diperlukan terhadap utang yang akan dialihkan adalah sebagai berikut:
Jika akad Hiwalah telah terjadi, maka timbullah akibat hukum, yaitu sebagai berikut:
Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban pihak pertama untuk membayar hutang kepada pihak kedua secara otomatis menjadi terlepas. Sedangkan menurut sebagian ulama, kewajiban tersebut masih tetap ada selama pihak ketiga belum melunasi hutangnya kepada pihak kedua. Hal ini karena mereka memandang bahwa akad itu didasarkan atas prinsip saling percaya, bukan prinsip pengalihan hak dan kewajiban.
Para ulama Fiqih menyimpulkan bahwa akan Hiwalah akan berakhir apabila terjadi hal-hal dibawah ini: