Menyerupai Orang Kafir, Apa Maksudnya?

Abusyuja.com_Rasulullah
Saw. pernah bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai golongan, maka ia termasuk
golongan itu.” Lalu hadis ini dipakai untuk memisah-misah umat Islam yang lurus
dan bengkok. Bagi mereka yang menyerupai orang-orang kafir, entah dari segi
budaya, cara berpikir, cara mengambil sikap, atau yang sejenisnya, maka ia
disamakan dengan golongan kafir pula. Lalu, apakah penilaian seperti ini
dibenarkan dalam Islam?

https://www.abusyuja.com/2020/08/menyerupai-orang-kafir-apa-maksudnya.html

Lalu apa
sebenarnya makna “menyerupai orang kafir” dalam Islam? Dan bagaimana hukumnya
menyerupai orang kafir?

Sebagaimana hasil
Muktamar ke-14 di Magelang pada tahun 1939, yang dimaksud dengan menyerupai
adalah “pakaian” yang ditentukan hanya untuk golongan itu sendiri, pakaian baik
atau jelek sekalipun. Contoh: memakai aksesoris salib yang merupakan aksesoris yang
dikhususkan untuk umat Kristen, dan berpakaian yang dapat memicu prasangka
orang lain bahwa ia bukan orang Islam.

Syaikh Abu
Muhammad Ibn Hamzah menjelaskan, maksud dari kata “menyerupai” dalam konteks
hadis di atas adalah mencakup dalam segala hal. Namun yang dipahami dari
dalil-dalil lain, maksud dari “menyerupai” dalam konteks tersebut adalah
menyerupai dalam atribut, sebagian sifat-sifat orang kafir, dan semisalnya. Bukan
menyerupai dalam hal kebaikan. [1]

Menyerupai dalam
atribut

Kesimpulan dari
para ulama tentang memakai atribut orang-orang kafir adalah, jika dalam memakai
atribut tersebut di dasarkan karena rasa suka kepada agama mereka dan bertujuan
untuk bisa serupa dengan mereka dalam syiar-syiar kafir, atau agar bisa
bepergian bersama mereka ke tempat-tempat peribadatan mereka, maka dalam hal
tersebut orang itu menjadi kafir.

Contoh; rasa toleransi yang berlebihan, menganggap bahwa semua agama itu sama. Ikut-ikutan ke Gereja atau rumah ibadah agama lain untuk menghargai agama mereka, menjunjung agama mereka, dan lain sebagainya.

Namun apabila
tidak punya tujuan seperti itu, yaitu hanya sekedar bisa menyerupai mereka
dalam momen-momen hari raya, atau sebagai media agar bisa bermuamalah atau
berhubungan dengan mereka dalam hal-hal yang diperbolehkan dalam syariat, maka
ia hanya berdoa saja, tidak sampai menjadikannya kafir. [2]

Dan apabila ia
hanya kebetulan memakai atribut orang kafir tanpa memiliki tujuan apapun, maka
hukumnya makruh. Bagaimana dengan jersey bola? Ada orang mengatakan, “jersey
itu dipakai oleh orang-orang kafir, maka jangan pakai jersey bola apabila tidak
mau dianggap kafir.”

Menurut hemat
kami, pemikiran tersebut kuranglah tepat. Bola dan agama tidaklah ada
hubungannya sama sekali. Ketika ada stigma yang menegaskan bahwa jersey adalah
pakaian orang kafir, maka kami akan membantah. Sebab, jersey diproduksi bukan
dikhususkan untuk orang kafir saja, melainkan untuk semua agama sebagaimana
pakaian-pakaian yang kita gunakan sekarang.

Jersey adalah
pakaian yang didesain khusus untuk oleh raga seperti berenang, bermain bola,
bersepeda, dan lain sebagainya. Jadi tidak masuk akal apabila dilarang karena
dikhawatirkan akan menyerupai orang kafir.

Bagaimana dengan
klepon? Akhir-akhir ini ada meme viral tentang klepon. Katanya, klepon bukanlah
makanan islami (klepon tidak islami), yang islami itu kurma. Salah satu guru kami KH. Ma’ruf Khozin (NU
Jatim) menyambut hangat meme tersebut dengan ucapan, “Masukkan biji kurma
ke dalamnya (klempon), isya Allah jadi islami.” Sentilan ini terkesan lucu,
tetapi mengisyaratkan makna yang logis. Bagaimana bisa “klepon” difitnah tidak
Islami sedangkan kurma dipuja-puja Islami? Bukankah subtansi dari hukum makanan
dalam kacamata syariat adalah kehalalannya? Kenapa makanan yang halal harus
dibagi-bagi lagi mana yang islami dan mana yang tidak islami?

Menurut kami, ini hanyalah strategi marketing penjual kurma dengan berkedok agama. Karena
memang betul, meme ini dibuat oleh orang-orang yang ngakunya pemilik toko
syariah. Wallahu A’lam

Sumber hukum:

[1] Ibnu Hajar Al-‘Asqalani,
Fathul Barri, Jilid 9, Hal. 521.

[2] Abdurrahman Ba’alawi,
Bughyah Mustarsyidin (Terbitan Mesir), Hal. 248.

You might also like
Apasih Tujuan Mempelajari Filsafat Hukum?

Apasih Tujuan Mempelajari Filsafat Hukum?

6 Manfaat Mempelajari Filsafat Hukum

6 Manfaat Mempelajari Filsafat Hukum

5 Kaidah Tentang Filsafat Hukum Menurut Meuwissen

5 Kaidah Tentang Filsafat Hukum Menurut Meuwissen

Pengertian Filsafat Hukum Menurut Para Ahli

Pengertian Filsafat Hukum Menurut Para Ahli

Pengertian Ilmu Hukum Menurut Para Ahli

Pengertian Ilmu Hukum Menurut Para Ahli

Peranan Filsafat Ilmu Terhadap Ilmu Hukum

Peranan Filsafat Ilmu Terhadap Ilmu Hukum