Kehebatan shalat seseorang adalah manakala ia menghadapkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati. Apabila ia sibuk dengan bisik-bisik dalam hatinya, maka ia diibaratkan orang yang hendak menghadap raja untuk meminta maaf dari kesalahannya, namun ketika sampai di pintu istana, ia berdiri di depan pintu dan sang raja menatap mukanya, namun orang itu malah menoleh ke kanan dan ke kiri, maka sudah tentu sang raja tidak menerima permintaan maafnya. Demikian pula dengan shalat, dimana apabila orang yang mengerjakannya lalai, tidak khusyuk, maka shalatnya tidak akan diterima oleh Allah Swt.
Perlu diketahui bahwa perumpamaan shalat itu adalah bagaikan raja yang sedang mengadakan pesta perkawinan, di mana ia menyediakan berbagai makanan dengan berbagai rasa, warna dan manfaat. Demikianlah, di dalam shalat itu Allah mengundang dan menyediakan berbagai gerak dan dzikir, gerak itu bagaikan makanan, dan dzikir itu bagaikan minuman.
Di dalam shalat itu ada 12.000 hal yang kemudian dihimpun dalam 12 macam. Barangsiapa yang hendak mengerjakan shalat, maka ia harus memperhatikan 12 hal itu, agar shalatnya sempurna. Enam hal itu dilakukan sebelum melakukan shalat, dan enam hal lagi dikerjakan ketika sudah masuk shalat, ke-12 hal itu adalah sebagai berikut:
Maksudnya adalah mengetahui ilmu tentang shalat. Bagaimana cara niat, bagaimana cara rukuk, sujud, i’tidal dan lain-lain. Tanpa mengetahui hal tersebut. Shalat kita tidaklah memiliki arti. Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Amal sedikit dengan ilmu itu lebih baik, daripada amal banyak tanpa ilmu.”
Lebih baik mengerjakan shalat seperlunya saja, seperti shalat-shalat wajib dengan mengetahui seluk beluk ilmunya, daripada mengerjakan seluruh shalat wajib dan sunnah, tetapi tidak mengetahui ilmunya sama sekali.
Contoh, orang yang tidak memiliki ilmu, mengerjakan shalat tahajud di siang hari dan mengerjakan shalat dhuha di malam hari. Meskipun ia melakukan shalat sunnah, tetapi dalam kaca mata syariat shalat-shalat tersebut tidaklah ada gunanya karena tidak dilaksanakan sesuai ketentuan.
Tiga poin yang harus diperhatikan dalam ilmu pengetahuan:
Wudhu merupakan syarat mutlak sahnya shalat. Tanpa wudhu, shalat kita tidak sah. Maka, penting bagi kita mengetahui tata cara wudhu yang benar, seperti niat wudhu, sunnah-sunnah wudhu seperti berkumur, istinsyaq, taqdimul yumna ‘alal yusra (mendahulukan kanan dan mengakhirkan kiri), dan lain-lain.
Nabi Saw. pernah bersabda, “Tidak sah shalat melainkan dengan suci.” Dalam hadis ini syariat dengan tegas menetapkan wudhu sebagai bagian dari syarat sah sebelum shalat. Dan termasuk salah satu dari tahap mensucikan diri dari hadas kecil selain mandi jinabat (mandi besar).
Allah berfirman, “Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31) Apabila tidak memiliki pakaian yang bagus, minimal pakailah pakaian yang sopan. Dan yang lebih pentingnya lagi adalah perhatikan kesucian pakaian tersebut.
Pisahkan antara pakaian sehari-hari dengan pakaian shalat. Sebab, kita tidak mampu membedakan mana pakaian yang sudah terka najis dan mana pakaian yang masih suci. Apabila kita menggunakan pakaian khusus untuk shalat, yaitu pakaian yang kita gunakan hanya ketika shalat saja, maka hal itu dapat menjaga kita dari pakaian najis. Bisa saja kita menduduki barang najis, atau tidak sengaja mengeluarkan kencing di celana, dan lain-lain. Maka dari itu, sangat penting memisahkan antara pakaian shalat dengan pakaian sehari-hari.
Dengan ilmu, kita bisa tahu kapan waktu masuknya shalat. Dan mengetahui kapan waktunya shalat adalah wajib bagi setiap Muslim. Allah berfirman, “Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 4)
Mengetahui waktu masuknya shalat juga merupakan salah satu syarat sah sebelum shalat. Tanpa mengetahui hal tersebut, shalat kita tidak sah hukumnya, dan tidak akan diterima oleh Allah.
Allah berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu.” (QS. Al-Baqarah: 150)
Menghadap kiblat juga merupakan salah satu syarat mutlak sahnya shalat. Jika tidak menghadap kiblat, shalat kita dianggap tidak sah, kecuali bila itu shalat khauf, yaitu shalat dengan keadaan genting atau kepepet atau takut. Misal, ketika sedang perang, ketika terjadi ledakan atau kebakaran dirumah secara tiba-tiba. Jika dihadapkan dalam keadaan demikian, maka kita boleh shalat sembari berlari untuk menyelamatkan diri, atau menghadap ke arah musuh ketika sedang berperang (dan harus melalui ketentuan shalat khauf).
Baca juga: Tata Cara Shalat Khauf Beserta Macam-Macamnya Lengkap
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu harus disertai niat, dan balasan bagi setiap amal seseorang adalah sesuai apa yang diniatkan.” Niat juga merupakan salah satu syarat mutlak sahnya shalat. Niat harus diucapkan dalam hati. Niat juga harus jelas khususiyah-nya, shalat ini jenis shalat apa (misal maghrib atau subuh), jumlah rakaatnya berapa (misal tiga atau dua), status shalat ini apa (misal fardhu atau sunnah), dan shalat ini dikerjakan kapan (waktu sekarang atau untuk qadha waktu yang telah lampau). Pengucapan niat dalam hati harus dibarengi dengan ucapan takbiratul ihram.
Tiga poin yang harus diperhatikan dalam niat:
Kesempurnaan takbiratul ihram dapat dilihat dari 3 tolak ukur, yaitu: