Abusyuja.com_Kata “Sayyidina” seringkali digunakan oleh kaum muslimin baik ketika sedang melaksanakan shalat maupun diluar shalat. Dan perlu anda ketahui juga bahwa hal ini termasuk “keutamaan” karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Baca juga :
Pendapat ini didasarkan pada hadist Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Saya Gusti (penghulu) anak Adam pada hari kiamat, orang pertama yang bangkit dari kuburan, orang yang pertama memberikan syafaat dan orang yang pertama kali diberi hak untuk memberikan syafaat“. (Shahih Muslim 4223)
Hadist ini menyatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam menjadi Sayyid di akhirat. Namun, perlu kami tegaskan lagi, bukan berarti Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam hanya menjadi Sayyid pada hari kiamat saja. Bahkan beliau menjadi tuan (Sayyid) manusia di dunia dan akhirat.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani dalam kitabnya Manhaj Salaf fi Fahm al-Nusush bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq :”Kata “Sayyidina” ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam di hari kiamat saja, sebagaimana yang telah dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits : “Saya adalah Sayyid-nya anak cucu Adam di hari kiamat” tapi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam menjadi Sayyid keturunan Adam di dunia dan akhirat”. (Manhaj Salaf fi Fahm al-Nusush bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, 169)
Hal ini sebagai indikasi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam memperbolehkan memanggil beliau dengan Sayyidina. Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.
Lalu Bagaimana dengan hadist yang menjelaskan larangan mengucapkan Sayyidina
dalam shalat?
Mereka mengatakan bahwa menambah kata Sayyidina di depan nama Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah Bid’ah Dholalah. Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab, secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak sinkron dalam bahasa Arab.
Dalam bahasa Arab tidak dikatakan سَادَ- يَسِيْدُ , akan tetapi سَادَ -يَسُوْدُ , sehingga akan menjadi salah apabila dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي. Dalam Ilmu Shorof, kata Sayyid (سيدنا) berasal dari kalimat (سَيْوِدَةٌ) kemudian wawu ditukar dengan huruf ya’ menjadi (سَيْيِدَةٌ). Dalam ilmu I’lal sudah dijelaskan bahwa apabila ada dua huruf sama yang satunya dibaca mati (sukun), maka wajib di-idghamkan (dikumpulkan) sehingga menjadi (سَيِّدَةٌ). Maka, yang benar adalah لَا تُسَوِّدُونِي karena kata inilah yang merupakan akar kata dari kalimat Sayyid. Bukan لَا تُسَيِّدُونِي.
Oleh sebab itu, Hadits tersebut tergolong Maudhu‘. Yakni Hadits palsu, bukan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam karena tidak mungkin Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan Sayyidina dalam shalat.
Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani menambahkan , setidaknya ada empat alasan untuk menolak pendapat yang melarang pengucapan Sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Saw. :