Hukum Adzan dan Iqamah bagi Wanita menurut 4 Madzhab_Adzan adalah panggilan bagi orang Islam ketika sudah memasuki awal waktu shalat fardu. Adzan juga sunnah dikumandangkan ketika ada hujan deras ataupun bencana alam seperti tsunami, gempa bumi dan lain-lain. Adzan juga dianjurkan ketika manusia dilahirkan dan dikembalikan (mati), ketika bayi baru dilahirkan, kita dianjurkan adzan di telinga kanannya, selain itu, kita juga dianjurkan adzan untuk jenazah yang hendak dikebumikan. Baca juga :
Dan pada kesempatan kali ini, kita akan membahas mengenai hukum wanita melakukan adzan dan iqomah menurut 4 madzhab, yaitu Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali.
Para ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa hukum adzan dan iqomah bagi wanita adalah mubah. Contoh : Seorang wanita adzan karena sedang hujan lebat, hal ini mubah atau boleh karena ia adzan untuk dirinya sendiri.
Tetapi tidak boleh apabila wanita tersebut adzan dan iqomah dihadapan jamaah laki-laki yang sudah baligh dan berakal, karena suara wanita akan menjadi aurat dan dikhawatirkan akan memancing nafsu mereka. Baca juga : Hukum Suara Wanita Menurut 4 Madzhab
Beliau juga berpendapat bahwa syarat mu’adzin (orang yang adzan) adalah orang Islam, Baligh, berakal sehat dan seorang laki-laki.
Jadi tidak sah apabila seorang non muslim adzan, dan tidak sah pula adzan bagi wanita, anak kecil dan orang gila.
Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa syarat adzan haruslah laki-laki, jadi tidak ada tuntutan bagi wanita untuk mengumandangkan adzan dan iqomah. Hal ini juga disepakati oleh ulama-ulama lain seperti Madzhab Anas, Madzhab Hasan, Madzhab Ibnu Sirin, Madzhab Nakha’i, Madzhab Atsur dan ulama-ulama Ahli Ra’yu lainnya.
“Wanita tidaklah dituntut adzan maupun iqomah”. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad shahih).