KH. M. Hasyim Asy’ari atau yang sering kita sapa dengan Mbah KH. Hasyim Asy’ari lahir pada hari Selasa Kliwon tanggal 24 Dzul Qo’dah Tahun 1287 Hijriyah atau 14 Februari 1871 Masehi, di Desa Gedang Jombang Jawa Timur. Beliau adalah putra Kyai Asy’ari, seorang Kyai asal Demak Jawa Tengah. Ibunya bernama Nyai Halimah, Putri Kyai Usman. Sebelum Hasyim Asy’ari lahir, Ibunya sudah mempunyai firasat bahwa kelak calon putranya ini akan menjadi tokoh besar, karena beliau bermimpi ada bulan purnama jatuh dari langit dan menimpa perutnya. Umur beliau dalam kandungan ibunya adalah sampai 14 bulan, dan semenjak kecil, Asy’ari muda sudah menampakkan sifat kepemimpinannya.
Pendidikan pertamanya diperoleh dari orang tuanya di Pondok Pesantren Gedang. Beliau dikenal cerdas dan rajin belajar. Pada usia 13 tahun, beliau sudah mampu membantu orang tuanya mengajar para santri yang usianya jauh di atas dirinya. Pada usia 14 tahun Ia memulai perjalanan intelektualnya dari pesantren satu ke pesantren yang lainnya. Dimulai dari Pondok Pesantren Wonokoyo Probolinggo kemudian ke pondok pesantren Langitan Tuban, lalu menuju Trenggilis Semarang kemudian pondok pesantren Kyai Haji Kholil Bangkalan. Dilanjutkan ke Siwalan Panji Sidoarjo asuhan beliau Kyai Haji Yakub Hamdani yang pada akhirnya dijadikan menantu. Beliau kemudian meneruskan pendidikannya ke Mekah selama kurang lebih 7 tahun. Selama di Mekah, beliau belajar dalam bimbingan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Nawawi Al Bantani dari Banten, Syekh Mahfudz al-Tirmidzi dan ulama-ulama besar lainnya.
Di antara guru-gurunya yang dekat dengannya adalah Syekh Mahfudz, beliau merupakan guru besar di Masjidil Haram. Syekh Mahfudz juga dikenal merupakan seorang yang memegang keilmuan Islam yaitu mata rantai penghubung kitab Hadits Shahih Bukhari. Dari Syekh Mahfudz inilah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari mendapat ijazah untuk mengajar Kitab Shahih Bukhari dan Kitab Shahih Muslim, sehingga beliau dikenal sebagai seorang ahli hadits.
KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng pada 26 Rabiul Awal 1317 Hijriyah/ 1899 Masehi. Dari Pondok Pesantren Tebuireng inilah ia mencetak kader-kader ulama yang tersebar di penjuru tanah air. Atas Restu Allah komite Hijaz lahir dan mengirim delegasinya kepada raja Ibnu Saud di Mekkah sebagai upaya mempertahankan ajaran/paham Ahlussunnah Wal Jamaah. Dari komite Hijaz ini kemudian lahir Jami’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) dan beliau menjabat sebagai Rais Akbar. Baca juga :
Pada masa penjajahan Jepang, Kyai Haji Hasyim Asy’ari adalah orang yang menentang pelaksanaan seikerei, yakni menghormati kaisar Jepang dengan menghadap ke arah matahari terbit dan membungkuk 90 derajat setiap jam 7 pagi. Beliau berpendapat bahwa seikerei bertentangan dengan ajaran Islam. Karena tindakannya ini ia kemudian ditahan oleh tentara Jepang bersama Kyai Haji Mahfudz Siddiq.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, beliau mengeluarkan dua buah fatwa yang sangat terkenal. Pertama : Perang melawan Belanda merupakan sebuah jihad atau dikatakan sebagai perang suci, dan hukum melakukan perang tersebut adalah fardhu ain . Kedua :Melarang kaum muslimin Indonesia melakukan perjalanan haji menggunakan kapal Belanda.
KH. Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 7 Ramadhan tahun 1336 Hijriyah atau bertepatan dengan 21 Juli 1947 dan dimakamkan di area lingkungan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Karena banyaknya jasa dan keteladanannya, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan kemerdekaan nasional. Beliau meninggalkan karya yang cukup banyak diantaranya adalah Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah, Adabul Alim Wal Muta’allim, Ar-Risalah Aqoid, Ar-Risalah Tasawuf dan masih banyak lagi karyanya baik yang berbahasa Arab maupun berbahasa Jawa serta yang sudah dibukukan maupun yang masih dalam bentuk manuskript.