Sumber : pixabay-ThomasWolter |
Tata Cara Istinja dan Contohnya dalam Islam – Kita sering mendengar kata-kata istinja khususnya saat sedang mempelajari bab thaharah dalam ilmu fiqqih.
Dalam bahasa Arab istinja’ artinya “Menghilangkan Kotoran” kalau dalam bahasa Indonesia masyhur bernama “cebok, cewok, cawik“.
Baca Juga : Hukum Menggunakan Wadah/Bejana dari Emas atau Perak
Dalam kitab Al-bajuri Juz 1 halaman 63, pengertian istinja’ adalah menghilangkan (membersihkan) sesuatu yang najis yang keluar dari qubul dan dubur dengan menggunakan air atau batu yang memiliki kriteria tertentu dalam Islam.
Sedangkan dalam kitab Syarah Fathul Qarib, mbah mushonif menjelaskan istinja’ dengan kata “najwat syai'” yaitu memutuskan sesuatu (kotoran) dari tubuh kita.
Mengenai hukum istinja’ ada tiga klasifikasi :
Hukum Istinja’ wajib apabila ada perkara yang keluar dari dua jalan (anus dan kemaluan). Apabila tidak dibersihkan, najis yang menempel bisa menghalangi kita dari kesucian tubuh ketika ingin melakukan ibadah.
Meski hukum istinja wajib, tetapi konteks di sini dalam penggunaan air sebagai media-nya. Jadi apabila menggunakan air pada waktu istinja’ maka hukumnya sunnah karena pada dasarnya istinja menggunakan batu juga hukumnya boleh asalkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Istinja juga bisa masuk hukum haram apabila alat yang digunakan merupakan makanan atau sejenis barang yang dimuliakan, seperti roti, tahu, tempe, uang dan lain sebagainya. Untuk selebihnya akan kami jabarkan di bawah.
Dalam praktek istinja ada beberapa kriteria yang harus Anda ketahui :
Istinja dengan air merupakan aktivitas kita dalam sehari-hari. Maka dari itu kita fokuskan pembahasan kali ini pada istinja dengan menggunakan batu.
Apabila najis sudah kering maka ia hanya bisa dihilangkan dengan air, kecuali apabila ada najis susulan atau ada najis lagi yang keluar seperti madzi, wadzi, darah atau nanah dan membasahi najis yang kering tersebut, maka najis tersebut boleh dibersihkan dengan batu.
Apa bila najis merembet ke tempat lain, maka media bersucinya harus air, tetapi apabila najis merembet secara tidak langsung, semisal najis itu pada saat keluar langsung memercik ke tempat lain, maka najis yang pertama boleh menggunakan batu, sedangkan percikan najisnya harus menggunakan air.
hasyafah atau shofhah adalah sisi pantat yang tertutup saat berdiri. Apabila pada saat najis keluar dan menjalar melewati hasyafah atau shofhah maka harus dibersihkan dengan air, begitu juga sebaliknya apabila belum melewati batas maka boleh menggunakan batu.
Selanjutnya kita akan membahas mengenai tata kerama dalam buang Hajat
Demikianlah kajian mengenai Tata Cara Istinja dan Contohnya dalam Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam