8 Trend Wanita yang Dilarang dalam Islam – Di zaman sekarang, banyak sekali jalan yang bisa seorang wanita tempuh agar tampil lebih cantik.
Bahkan mereka menghalalkan segala cara agar mendapatkan kecantikan yang mereka impikan.
Mereka juga rela mengeluarkan puluhan juta bahkan ratusan juta agar dapat memiliki penampilan yang mereka impikan.
Tidak ada salahnya tampil lebih cantik. Tetapi perlu Anda ketahui bahwa dalam Islam ada beberapa larangan yang khusus untuk wanita, yaitu larangan untuk melakukan hal-hal yang sifatnya merubah ciptaan Allah Swt.
Haram bagi seorang wanita mencukur rambut kepalanya. Sebab, dengan mencukur rambut kepala, wanita tersebut akan menyerupai laki-laki, dan hal tersebut akan menjadikannya keluar dari tabiat kewanitaan.
Hukum wanita yang menyerupai pria adalah haram. Hal ini sejalan dengan keterangan dalam kita-kitab fiqih dan beberapa hadist.
Salah satunya yaitu hadist riwayat Ibnu Abbas : Bahwa Rasulullah Saw Bersabda:
“Allah mengutuk kamu lelaki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki.”
Meski haram, ada beberapa pengecualian dalam kasus ini.
Boleh hukumnya mencukur rambut apabila ada sebab-sebab tertentu seperti banyaknya kutu, ketombe, atau luka-luka yang ada di kulit kepala.
Apabila seorang wanita mencukur rambutnya karena sakit, maka tidak boleh baginya memperlihatkan kepala yang tercukur tersebut kepada orang-orang sampai kepalanya sembuh dan kembali seperti sedia kala.
Haram hukumnya bagi seorang wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut lain.
Tentang hukum haram saat memakai Cemara memang sudah dari dulu menjadi pembahasan utama oleh beberapa ulama.
Mereka pun sepakat mengharamkan pemakaian cemara, wig dan sanggul palsu.
Apa lagi di zaman sekarang, memakai berang-berang tersebut hanya untuk kemegahan dan untuk pamer-pamer saja.
Sedangkan ketika menyinggung bab thoharoh, tidaklah sah wudhunya seseorang jika mengusap cemara di kepalanya.
Bahkan haram hukumnya karena dapat menghalangi kita dalam bersuci.
Menurut Imam Syafi’i, kalau wanita menyambung rambutnya dengan rambut manusia lain hukumnya haram.
Dan haram pula menyambung rambut dengan rambut najis dari selain manusia seperti rambut bangkai binatang yang haram dan rambut-rambut yang terlepas dari binatang yang masih hidup.
Sedangkan apabila wanita tersebut punya suami, maka ada tiga macam tinjauan hukum.
Yang paling masyhur atau yang paling benar di antaranya adalah : Jika hal itu atas izin suaminya maka hukumnya boleh. Sedaangkan kalau tanpa izin hukumnya tetap haram.
Sedangkan penggunaan benang-benang seperti ikat rambut, cincin rambut hukumnya boleh.
Karena barang-barang tersebut termasuk kategori perhiasan, bukan rambut.
Sebagaimana hadist riwayat Ibnu Mas’ud RA bahwa Nabi Saw.bersabda :
“Allah mengutuk perempuan-perempuan yang bertato dan mereka-mereka yang yang membuat tato, menyambung rambut, perempuan-perempuan yang mengikir giginya agar lebih indah dan mereka-mereka yang merubah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”
Menurut Mazhab Syafi’i tempat yang di tato itu menjadi najis.
Jadi wajib baginya menghilangkan tato tersebut karena dapat menghalangi kesucian kita.
Wajib dihilangkan apabila tidak menimbulkan kesulitan bahaya atau pun kematian
Tetapi tidak wajib apabila ada kekhawatiran akan menimbulkan kerusakan anggota tubuh ataupun luka berat.
Hukum mengikir gigi adalah haram. Yang dimaksud mengikir di sini adalah membuat gigi agar tampak lebih kecil kecil dan lebih menarik. Haram ini juga berlaku untuk si tukang kikir gigi.
Apabila tujuannya adalah untuk memperbaiki aib atau mengatur gigi yang tidak teratur, maka hukum boleh. Dan apabila tujuannya semata-mata untuk keindahan, maka hukumnya menjadi haram.
Sebab jika dicukur, rambut tersebut nantinya malah makin subur dan bertambah banyak yang akan mengakibatkan wanita tersebut keluar dari tabiatnya.
Haram bagi wanita memakai minyak wangi selain untuk kesenangan suaminya saja.
Apabila wanita tersebut memakai parfum selain untuk suaminya, maka hukumnya haram.
Bahkan wanita tersebut juga bisa disebut pezina, sebagaimana hadis Tirmidzi dan disahkan oleh Abu Dawud, Nasa’i dan Abu Musa :