Abusyuja.com_orang yang mengeluarkan fatwa hendaknya mengetahui kondisi orang yang pendapatnya dijadikan fatwa. Selain itu, ia harus mengetahui derajat dari Imam Mujtahid yang akan ia ikuti, baik dari segi riwayah maupun dirayah, dan tingkatannya diantara para ahli fiqih supaya ia dapat membedakan pendapat-pendapat yang bertentangan serta dapat men-tarjih pendapat yang paling kuat. Untuk selengkapnya, berikut kami jelaskan 6 tingkatan mujtahid fuqaha (ahli fiqih) :
Mujtahid Mustaqil adalah orang yang secara mandiri bisa meletakkan kaidah-kaidah untuk dirinya sendiri. Jadi, ia merumuskan sendiri (independen) kemudian menjadikannya sebagai metodologi dalam hukum Islam, seperti yang dilakukan oleh Imam mazhab Empat yaitu Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Hambali dan Imam Maliki. Ibnu Abidin menyebut tingkatan ini dengan thabaqat al-mujtahidin fi al-syar.
Mujtahid Mutlaq adalah seorang mujtahid yang memenuhi syarat-syarat untuk berijtihad seperti yang dimiliki oleh seorang mujtahid mustaqil, tetapi ia tidak mencari kaidah-kaidah untuk dirinya sendiri. Dalam persoalan ijtihad ia mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh imam mazhab. Ia juga disebut sebagai mujtahid mutlaq muntasib, bukan mujtahid mutlaq mustaqil. Tokoh-tokoh yang termasuk mujtahid mutlaq muntasib :
Ibnu Abidin menyebut tingkatan mujtahid seperti ini dengan “thabaqat al-mujtahidin fi al-mazhab”. Maksudnya adalah orang-orang yang mampu mengeluarkan hukum-hukum dan dalil-dalil menurut kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh guru mereka dalam persoalan hukum.
Mujtahid Mustaqil dan Mutlaq adalah Mujtahid yang sudah tidak bisa kita temukan lagi di zaman sekarang (sudah tidak ada).
Mujtahid Tarjih adalah seseorang mujtahid yang memungkinkan dirinya men-tarjih (menguatkan) pendapat seorang imam mazhab dengan pendapat orang lain, atau men-tarjih antara pendapat imam dan pendapat para muridnya, atau dapat men-tarjih pendapat bukan imamnya. Syaratnya adalah dengan mengutamakan sebagian riwayat atas sebagian riwayat yang lain.
Baca juga :
Mujtahid Fatwa adalah seorang yang memelihara pendapat mazhab, menukilnya dan memahaminya, baik pendapat yang jelas maupun pendapat yang mushkil (sukar). Selain itu, mujtahid ini juga membedakan pendapat yang kuat dengan yang lebih kuat dan membedakan pendapat yang lemah dari pendapat yang paling lemah, akan tetapi tidak mampu menetapkan dalil-dalilnya dan qiyas-qiyasnya seperti para penulis kitab fiqih terdahulu. Contohnya adalah penulis Al-Kanz penulsi Darul Mukhtar, Penulis Al-Wiqayah, dan penulis Majma’ Al-Anhar dari mazhab Hanafi. Imam Rafi’i dan Imam Nawawi dari mazhab Syafi’i.