Abusyuja.com_Pacaran memang secara syariat tidak dibenarkan. Namun apabila kita memiliki niat yang baik dan ingin membangun komitmen terhadap pasangan kita, kita diperbolehkan mengenal (ta’aruf) calon istri kita dengan batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat.
Tapi dewasa ini, banyak sekali pemuda-pemudi yang dibutakan oleh cinta. Banyak dari mereka menjalin hubungan asmara tanpa melihat agama atau kepercayaan mereka masing-masing. Mungkin inilah salah satu tanda-tanda zaman akhir. Dengan modal alasan “toleransi”, mereka seenaknya saja menjalin hubungan tanpa pandang agama.
“Meskipun kita beda agama, kita tetap menghargai kepercayaan masing-masing”
“Kadang kita juga saling mengingatkan untuk beribadah sesuai kepercayaan kita masing-masing”
Contoh diatas merupakan alasan-alasan global mereka memasukkan pacaran beda agama kedalam konteks toleransi. Tetapi yang pasti, hal ini dilarang oleh agama, khususnya dalam Islam.
Bukan berarti kami melarang anda tidak berhubungan sama sekali dengan orang non muslim. Boleh boleh saja bagi kita berhubungan baik dengan non muslim, tetapi dalam konteks kemasyarakatan, rukun warga atau rukun tetangga. Akan tetapi jika sudah masuk kedalam ranah pernikahan atau perkawinan, hal ini jelas harus anda pikirkan dua kali.
Setidaknya ada beberapa alasan kenapa anda harus berfikir dua kali jika ingin membangun hubungan serius dengan orang non muslim.
Dunia ini luas. Kenapa kita harus memilih pasangan beda agama jika yang “seagama” saja masih bisa kita temukan? Jika ada yang beranggapan mencari pasangan baik itu sulit, berarti dia tidak percaya bahwa Allah SWT telah menciptakan pasangan yang sudah ditakdirkan untuknya. Ingat, jodoh adalah cerminan kita sendiri. Apabila anda ingin jodoh yang baik, maka perbaikilah dirimu juga.
Baca juga :
Maka dari itu, tidak ada alasan bagi kita mencari pasangan yang beda agama dengan kita.
Bagi wanita muslim, memang tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki non muslim. Karena laki-laki berhak memimpin istrinya, dan istri wajib taat kepadanya, itulah arti pernikahan. Padahal tidak sepatutnya seorang non muslim (kafir) maupun musyrik memegang perwalian maupun kekuasaan atas orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sebagaimana dijelaskan dalam Qur’an surat An-Nisa’ ayat 141 yang berbunyi : وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا Yang artinya : Allah sekali-kali tidak memberikan jalan kepada orang-orang kafir (untuk menguasai) orang-orang mukmin. Dari potongan ayat ini bisa kita simpulkan bahwa seorang wanita muslim tidak boleh menerima suami non muslim. Karena nantinya suami berhak mengatur atau memimpin istrinya. Dan tidak menutup kemungkinan bagi suaminya untuk mempengaruhi agama sang istri. Dan hal tersebut tidak dibenarkan oleh syariat.
Di dalam Qur’an surat Mumtahinan ayat 10 dijelaskan : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ..….(ila akhirihi) yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih tahu tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman,
maka janganlah kamu kembalikan
mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir. Dan orang-orang kafir (pun) tidak halal bagi mereka.