Hukum Menari atau Joget dalam Islam – Bagaimana hukum menari dalam Islam? Sebelum membahas pertanyaan tersebut, kita bagi dulu tarian menjadi dua kubu, pertama adalah tari-tarian tradisional dengan gaya lenggak-lenggok dan gaya gerak lemah gemulai, seperti tari-tarian adat.
Sedangkan yang kedua adalah tari-tarian pada saat konser dangdut, baik tarian oleh penyanyinya maupun penontonnya.
Baca juga:
Muktamar Nahdlatul Ulama pertama di Surabaya telah memutuskan bahwa tari-tarian hukumnya adalah boleh meskipun dengan lenggak lenggok dan gerak lemah gemulai.
Tetapi dengan catatan tidak ada unsur tasyabbuh di dalamnya, seperti gerakan kewanita-wanitaan bagi kaum laki-laki, dan gerakan kelaki-lakian bagi kaum wanita.
Tasyabbuh adalah sifat penyimpangan gender antara laki-laki dan perempuan. Contoh: Laki-laki menyerupai wanita, seperti memakai kerudung, memakai kalung, memakai rok, dll. Serta perempuan menyerupai laki-laki (tomboy), seperti memangkas rambut pendek dan lain sebagainya.
Apabila terdapat unsur tasyabbuh di dalam tarian tersebut, maka hukumnya adalah haram.
Tetapi beberapa ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hukum tarian, sebagian ada yang memakruhkan seperti Imam Qaffal dan al-Rauyani dalam kita al-Bahr.
Demikian pula menurut Ustadz Abu Mansur, menyerasikan tarian dengan irama hukumnya adalah makruh.
Mereka berargumen bahwa nyanyian termasuk dalam kategori lahwun wa la’ibun (canda gurau dan permainan) yang berhukum makruh dalam Islam.
Sebagian ulama juga berpendapat bahwa tarian hukumnya adalah mubah. Menurut al-Faurani dalam kitabnya al-Umdah, “Nyanyian itu pada dasarnya adalah sebuah kemubahan (kebolehan), demikian pula alat musik drum, tarian, dan yang lain semisalnya”.
Menurut Imam al-Haramain, tarian hukumnya adalah tidak haram karena hanya sekedar gerakan dan goyangan, akan tetapi jika secara berlebihan akan menyebabkan rusaknya kehormatan diri.
Pendapat ini juga sejaln dengan fatwa al-Muhalli dalam kitabnya al-Dakhair. Dan sejalan pula oleh Ibn al-Imad al-Sahrawardi, Imam al-Rafi’i, al-Ghazali, dan Ibn Abi Dam.
Pendapat ini berdasarkan pada dua hal, yaitu hadist dan qiyas. Adapun hadistnya adalah sebagaimana dalam hadits Aisyah tentang tarian orang-orang Habsy, Demikian halnya dengan hadis Ali tentang gerakan lompat-lompat, serta yang Ja’far dan Zaid lakukan.
Adapun qiyasnya adalah, sebagaimana yang telah dikatakan Imam al-Haramain, tarian merupakan gerakan yang membentuk gerakan lurus dan goyangan, sama dengan gerakan-gerakan lainnya. Jika hanya sebuah gerakan tubuh yang tidak melanggar syariat, mengapa harus diharamkan?
Kami melihat ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa tarian hukumnya adalah haram. Padahal definisi tarian sendiri adalah gerakan badan yang senada dengan alunan musik yang mengiringinya.
Jika secara global menghukumi semua tarian haram, maka senam anak-anak kita di sekolah juga ikut haram, lari sembari mendengarkan musik juga haram, menggerak-gerakan kepala ketika mendengarkan musik hukumnya juga haram? Apakah sesempit itukah Islam di mata mereka?
Kami tidak seratus persen menentang mereka yang mengharamkan tarian. Tetapi kami lebih cenderung mengambil sikap untuk tidak mengharamkannya secara global.
Karena banyak sekali ulama-ulama di bumi Nusantara ini mengkaji hukum tarian sejak Indonesia belum Merdeka, mereka berhati-hati betul dalam membuat fatwa hukum ketika berhadapan dengan kondisi negara yang memiliki beragam budaya tarian.
Untuk dangdut sendiri jelas, hukumnya adalah haram, begitu juga dengan tariannya. Karena di dalam dangdut terdapat kemaksiatan, bercampurnya laki-laki dan perempuan, mereka bergoyang sembari mengagungkan biduan berpakaian minim tanpa mengingat Allah sedikitpun.
Untuk tari-tarian adat, tari jalsah, tari sufi, dan tari-tarian lainnya yang tidak mengandung tasyabbuh hukumnya adalah boleh. Tetapi jika memiki unsur tasyabbuh, maka hukumnya menjadi haram. Sebagaimana Imam Rofi’i jelaskan dalam kitabnya Syarah al-Shagir,
“Allah melaknat laki-laki yang bergaya menyerupai wanita, dan perempuan yang bergaya menyerupai laki-laki. Al-Azizi mengatakan, ‘laki-laki dilarang menyerupai perempuan dalam sikap maupun pakaian. Begitu juga sebaliknya, perempuan dilarang menyerupai laki-laki, karena hal tersebut mengubah ciptaan Allah Swt.’ “
Itulah pembahasan mengenai Hukum Menari atau Joget dalam Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam