Gadai dalam kacamata Islam dapat diartikan sebagai menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syariat sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu. Demikian menurut definisi para ulama.
Setiap barang pasti memiliki nilai, bernilai nol-pun juga tetap dianggap nilai. Seperti sampah ditempat sampah, ia tidak bernilai apabila kita jual, kecuali jika dijual pada pengepul sampah, maka pastilah sampah tersebut akan bernilai.
Begitu juga dengan barang-barang berharga seperti motor, mobil, perhiasan bahkan surat tanah, semua dianggap memiliki nilai yang dapat disalurkan untuk akad gadai, yaitu akad yang memperbolehkan pengambilan manfaat seperti hutang atas jaminan barang tersebut.
Pemilik barang yang berhutang disebut Rahin (yang menggadaikan), sedangkan orang yang menghutangkan, orang yang mengambil barang tersebut serta mengikatnya di bawah kekuasaannya disebut Murtahin. Dan untuk barang yang digadaikan disebut dengan Rahn (gadaian).
Dalam kacamata Islam, gadai hukumnya adalah jaiz (boleh), baik ditinjau dari Qur’an hadis maupun ditinjau dari ijma’ ulama. Berikut dalilnya:
Dalil gadai dalam Al-Qur’an
Hukum gadai adalah boleh, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 283:
“Jika kalian dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedangkan kalian tidak menemukan seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang menghutangkan). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanah (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.” (QS. Al-Baqarah: 283)
Dalam ayat di atas bisa kita jadikan dua kesimpulan. Pertama, orang yang hutang hendaklah menyerahkan sesuatu yang bernilai sebagai jaminan atas hutangnya, dan biasanya hal ini berlaku untuk orang-orang yang tidak memiliki hubungan dekat. Kedua, gadai bukanlah satu-satunya cara untuk memperoleh hutang. Apabila yang hutang adalah kerabatnya sendiri, atau orang-orang yang kita percayai serta kita yakini bahwa ia amanat, maka boleh bagi kita memberikan hutang tanpa jaminan apapun.
Dalil gadai dalam redaksi hadis
Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Rasulullah Saw. pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi untuk meminta darinya (Yahudi) gandum. Yahudi tersebut berkata, “Sesungguhnya Muhammad ingin membawa lari hartaku.” Kemudian Rasulullah Saw. menjawab,
“Bohong! Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini, dan juga jujur di langit. Jika kau berikan amanat kepadaku pasti aku tunaikan. Pergilah kelian dengan baju besiku.”
Dalam riwayat Bukhari dijelaskan,
Aisyah ra. pernah berkata, “Rasulullah pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Muslim dijelaskan,
Aisyah ra. pernah berkata, “Rasulullah Saw. pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan, dan beliau menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut.” (HR. Muslim)
Dan para ulama sepakat bahwa hukum gadai adalah boleh. Dan mereka tidak pernah mempertentangkan kebolehannya, demikian pula landasan hukumnya. Itu artinya, semua telah sepakat tanpa ada yang khilaf (berbeda).
Gadai dapat dianggap sah apabila memenuhi syarat berikut: