Peranan Filsafat Ilmu Terhadap Ilmu Hukum
Apakah sebagai teori hukumnya benar-benar bernilai ilmiah atau belum?
Suara-suara yang timbul di kalangan sarjana hukum kita akhir-akhir ini hanyalah bahwa kita memerlukan peningkatan ilmu hukum yang sampai sekarang sudah kita miliki.
Sebagai sebuah kenyataan yang demikian itu, sekarang ini hampir tidak ada satupun buku pengantar ilmu hukum yang dikaji dan dipelajari oleh para mahasiswa hukum yang mempersoalkan tentang masalah ini.
Sehingga banyak di antara mereka ketika sudah menjadi sarjana hukum, sulit sekali untuk mempertanggungjawabkan sifat keilmuan dari ilmu hukum yang mereka kuasai.
Apalagi ketika mereka berhadapan dengan para pakar ilmu dari berbagai disiplin ilmu lainnya dan mengalami kesulitan ketika melakukan kegiatan penelitian di bidang hukum yang kemudian dinilai oleh para ahli ilmu lainnya.
Hal ini tidak akan terjadi bilamana perkembangan ilmu hukum selalu ditopang oleh filsafat ilmu.
Filsafat ilmu dengan pendekatan metafisikmetafisik, epistemologi epistemologi dan aksiologiaksiologi, selain memberikan jawaban mendasar terhadap persoalan keilmuan, pada umumnya juga memberikan landasan yang kokoh bagi eksistensi ilmu itu dengan sendirinya.
Setelah mengkaji apakah kajian tentang hukum yang sementara ini kita sebut sebagai “hukum” memang layak disebut sebagai ilmu, maka jawaban yang paling tepat adalah sebagaimana dikemukakan oleh Sunaryati Hartono yang mengatakan bahwa:
“Sudah tidak perlu dilakukan lagi bahwa hukum itu jelas merupakan bidang ilmu yang sudah sangat tua, bahkan lebih tua dari ilmu-ilmu alam.”
Hanya saja pada abad ke-19 di mana hukum oleh aliran empirisme dan ilmu-ilmu murni sekonyong-konyong dianggap tidak ilmiah, karena tidak dapat di kuantifikasikan dan karena mengandung nilai-nilai, bahkan bersumber pada suatu filsafat tentang moralitas dan kehidupan masyarakat.
Hal yang perlu diperhatikan di dalam perkembangan ilmu hukum adalah nilai-nilai moral yang dapat dijadikan arah dalam menuntun perkembangan ilmu hukum selanjutnya.
Karena tanpa adanya bimbingan moral, dikhawatirkan perkembangan ilmu dan teknologi tidak semakin menyejahterakan manusia, tetapi justru merusak dan bahkan menghancurkan kehidupan mereka.
3 Strategi Pengembangan Ilmu
Dalam rangka pengembangan ilmu hukum maka perlu menggunakan suatu strategi. Ada tiga jenis pendapat perihal strategi pengembangan suatu ilmu, yaitu:
Pertama, ilmu berkembang secara otonom dan tertutup (science for the sake of science only), di sini ilmu semata-mata untuk ilmu, pengaruh konteks dibatasi bahkan terkadang disingkirkan.
Kedua, ilmu di dalam konteks (science for the sake of certain goals), di sini ilmu tidak hanya merefleksikan bahkan menjustifikasikan dan cenderung menjadi ideologi.
Ketiga, ilmu dan konteks saling meresapi dan saling memberi pengaruh untuk menjaga agar dirinya beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualisasinya (science for the sake of human progress).
Supremasi hukum yang katanya telah runtuh di negeri kita akhirnya dapat dirajut kembali bila pengembangan ilmu hukum kita selalu bersandar pada tiga penopang filsafat ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi, dan pengembangan ilmu hukum tidak diposisikan ke dalam suatu strategi science for the sake of cortain goals, melainkan kepada strategi science for the sake of human progress.
Dengan demikian, permasalahan hukum yang sangat kompleks di negara kita seperti adanya peradilan massa (rakyat), disintegrasi bangsa, kekacauan dan huru-hara, saling membantai, korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan asusila serta perbuatan yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara, berangsur-angsur dapat dipecahkan.
Demikian kajian singkat mengenai peranan filsafat ilmu terhadap filsafat hukum. Semoga apa yang kami sampaikanbermanfaat.
Sumber Referensi:
Abdurrahman, Ilmu hukum: Teori Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan, Cita Aditya Bhakti, Bandung, 195, h. 134.
Dr. Drs. H. Amran Suaidi, S.H., M. Hum., M.M, Filsafat Hukum, ( Jakarta: Prenadamedia), 2019.