Pembagian Harta Bersama bagi Suami Beristri Empat
Keadaan istri yang lebih dari satu akan berpengaruh terhadap pembagian harta bersama.
Sesuai dengan Pasal 97 KHI (Kompilasi Hukum Islam), seorang istri mempunyai hak yang sama atas harta bersama. Suami mendapatkan setengah, demikian juga dengan istri.
Janda atau duda cerai masing-masing juga berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan hal lain dalam perjanjian perkawinan.
Ketentuan ini berbeda jika seorang suami mempunyai dua istri, maka harta bersama menjadi hak untuk tiga orang yang sama, suami dan dua istri masing-masing mendapatkan sepertiga bagian
Ketentuan ini tidak berlaku surut terhadap harta bersama yang telah diperoleh antara suami dengan istri pertamanya.
Perhitungan hak atas sepertiga harta bersama dimulai sejak pernikahan suami dengan istri yang kedua, dan kemudian berikutnya jika bertambah istri untuk ketiga dan keempat.
Ketentuan ini dijelaskan pada Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam:
Pertama, harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.
Kedua, pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang sebagaimana di atas dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, dan keempat.
Demikian juga jika suami mempunyai tiga istri, maka harta bersama dibagi 4 sama besar.
Apabila suami mempunyai empat orang istri, maka harta bersama dibagi 5 sama besar.
Gambaran tentang suami mempunyai istri empat ini dapat dilihat pada Putusan Peninjauan (PK) Kembali Mahkamah Agung Nomor 16 PK/AG/2017 tanggal 10 April 2017.
Permohonan PK di atas diajukan terhadap Putusan Kasasi MA Nomor 651 K/Ag/2015 tanggal 28 September 2015, Putusan PTA Mataram Nonor 0120/Pdt.G/ 2014/PTA.Mtr. tanggal 22 Desember 2014, dan Putusan PA Selong Nomor 464/Pdt.G/ 2013/PA.Sel tanggal 4 Juni 2014.
Gambaran singkat dari sengketa di atas berkenaan dengan seorang pewaris sebagai seorang istri dari seorang laki-laki berinisial TGKH yang beristri empat.
Seorang perempuan yang berinisial UA (pewaris meninggal dunia pada tahun 1994. Almarhumah adalah istri ketiga dari TGKH.
Beliau adalah seorang istri yang gigih dan ulet serta sangat pandai dalam mengelola keuangan keluarga dibandingkan dengan istri-istri TGKH yang lain.
Sehingga dengan kegigihannya, beliau dapat membeli beberapa aset yang menjadi objek sengketa.
Dengan memperhatikan hasil pemeriksaan judex facti, pengadilan tingkat banding memperhitungkan adanya harta bersama antara pewaris dengan suaminya meskipun pada saat yang sama, suaminya mempunyai empat istri, termasuk pewaris sendiri.
Dalam amar pengadilan tingkat banding di atas menyebutkan bahwa harta yang diperoleh pasangan suami dengan empat istrinya tidak selamanya harta tersebut dinyatakan sebagai harta bersama antara suami beserta empat istrinya.
Jika ternyata harta tersebut diperoleh atas usaha salah seorang istrinya tanpa melibatkan istri yang lain, maka harta tersebut menjadi harta bersama antara istri (yang melakukan usaha) bersama suaminya dengan pembagian yang sama.
Dalam sengketa di atas, hak dari suami kemudian menjadi harta waris yang bisa dibagikan kepada ahli warisnya yaitu keturunan dari istri yang telah meninggal dunia.
Sumber Referensi:
- Putusan Kasasi MA Nomor 651 K/Ag/2015 tanggal 28 September 2015.
- Putusan PTA Mataram Nonor 0120/Pdt.G/ 2014/PTA.Mtr. tanggal 22 Desember 2014.
- Putusan PA Selong Nomor 464/Pdt.G/ 2013/PA.Sel tanggal 4b Juni 2014.
- Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H, Dr. Sugiri Permana, S.Ag., M.H., Hukum Waris di Indonesia, (Surabaya: Pustaka Siaga). 2021.