Sunnah-sunnah dalam Proses Pernikahan
Terkait pernikahan, Allah Swt. mengajarkan kepada kita tentang bagaimana menjalaninya lewat keteladanan Sang Nabi. Maka, kita haruslah mengikuti sunnah beliau Saw. agar sampai pada keselamatan dan keindahan. Sudah menjadi tabiatnya, pernikahan adalah proses yang sensitif, seperti dijelaskan Ummul Mukminin Aisyah Ra., “Pernikahan adalah hal yang sensitif, tergantung bagaimana kita menjalaninya.”
Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan terkait proses pernikahan yang sesuai sunnah. Semoga Allah Swt. menambahkan pemahaman kita, sehingga kita bisa meraih pernikahan agung yang diberkahi-Nya.
Pertama, istikharah dan musyawarah. Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak akan menyesal orang yang istikharah, tidak akan rugi orang yang bermusyawarah.” (HR. Thabrani)
Istikharah bisa kita lakukan ketika menentukan pilihan-pilihan: dengan siapa kita menikah, sudah tepatkah waktu kita menikah atau belum, dan berbagai pilihan lain yang bisa muncul dalam proses pernikahan. Sebagaimana yang kita pintakan dalam doa istikharah, kita memohonkan pilihan dengan ilmu Allah Swt., bukan dengan ilmu kita. Sebab, kita sadar bahwa kita memiliki sedikit sekali pengetahuan, sedangkan Allah Maha Mengetahui. Kita memohon petunjuk kepada Allah Swt. lewat istikharah, agar kelak tidak ada sesal yang tertinggal di balik pilihan apa pun yang kita ambil.
Adapun musyawarah, kita jalani sebagai bagian ikhtiar. Semoga dilakukannya musyawarah, bersama orang-orang yang kita pandang pantas dimintai nasihat, bisa menjadikan proses pernikahan yang sedang dijalani berlangsung dengan baik. Ada banyak hal yang perlu dimusyawarahkan terkait pernikahan: bagaimana serba-serbi prosesinya, apa rencana pasangan setelah menikah, sampai hal-hal detail yang sifatnya teknis.
Musyawarah membawa keluarga besar yang akan menyatu dalam pernikahan itu pada kesepakatan dan kesepahaman. Kelak, semoga tidak muncul kesalahpahaman yang sering kali dampaknya tidak sepele. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Tidak rugi orang yang musyawarah.” Insyaallah.
Soal musyawarah ini bisa kita dapatkan contoh teladannya dari Khalifah Umar bin Khaththab Ra. Ketika beliau punya rencana menikahi Ummu Kultsum binti Abu Bakar, Khalifah Umar tidak langsung menyampaikan rencananya itu kepada Abu Bakar dan segera menikah, tetapi beliau menggalang pendapat para sahabat dulu. Rencana itu sampai juga tercium oleh Ummul Mukminin Aisyah Ra. Maka, beliau pun memberikan sarannya lewat Amr bin Ash agar Khalifah Umar menikahi Ummu Kultsum binti Abi Thalib saja.
Alasannya bukan karena Ummul Mukminin Aisyah Ra. tidak menyukai Khalifah Umar, tapi karena melihat karakter beliau dan saudarinya, Ummu Kultsum, tidak cocok. Alhasil, setelah Khalifah Umar menikah dengan Ummu Kultsum binti Abi Thalib, terciptalah rumah tangga yang berkah. Ummu Kaltsum banyak membantu Khalifah Umar menjalankan tugasnya mengemban amanah kekhalifahan. Selain itu, Khalifah Umar juga berbahagia, sebab bisa menikah dengan ahlu bait Rasulullah Saw.
Kedua, aktivitas pranikah. Dalam hal ini, banyak yang nanti bisa kita pelajari lebih lanjut, yakni soal mahar, syarat nikah, nazhar (melihat calon pasangan), dan perihal khitbah (peminangan). Kita bisa menemukan ajaran sunnah yang menjadikan indah dan mudah urusan pranikah tersebut.
Mahar tidak lagi menjadi hal yang berat dan memberatkan kedua mempelai untuk menikah, tetapi bisa benar-benar menjadikan pernikahan berjalan indah dan berkah. Sunnah telah memberikan kemudahan, menjadikan aturan bahwa mahar hendaknya disepakati berdasarkan kemampuan pihak laki-laki, namun tetap tidak mencederai rasa hormat pada pihak wanita.
Syarat nikah boleh diajukan oleh pihak wanita. Nantinya, pernikahan boleh berjalan hanya jika syaratnya terpenuhi, dan pernikahan kelak menjadi batal apabila syarat dilanggar.
Nazhar (melihat) boleh dilakukan oleh pihak lelaki terhadap calon pasangan yang akan dinikahi. Tujuannya adalah agar kedua belah pihak memiliki kemantapan hati untuk menikah. Nah, syariat memberikan penjelasan mana saja bagian yang boleh dilihat, bagaimana caranya bila calon suami berkeinginan melihat calon istrinya, dan seterusnya.
Soal khitbah (peminangan), ada juga ajaran syariat yang harus dipenuhi agar pinangan sah dan berkah.
Sungguh, saya sangat menyarankan kita semuanya untuk mempelajari lebih lanjut. Sudah ada banyak buku yang bisa memberikan pencerahan yang ditulis oleh para ulama. Mohon maaf dari sahabat semua bila dikarenakan kurangnya ilmu, saya belum bisa menjelaskan lebih banyak di sini.
Adapun yang sangat penting kita ingat dalam hal ini ialah sebelum pernikahan benar-benar terjadi secara sah, batasan syariat terhadap dua mempelai tetap harus tegak.
Misalnya, tidak dibenarkan (meskipun sering dilakukan), keduanya pergi berkunjung ke berbagai tempat untuk hunting foto yang nantinya akan dipakai di undangan nikah. Sering disebut foto prewedding. Memang indah, bila pada undangan nikah tertera foto seperti yang dimaksud, tapi apalah artinya yang sedikit indah itu bila akhirnya membuat pernikahan berkurang berkah.
Ketiga, sunnah dalam proses walimah. Menurut syariat, wajib hukumnya dilakukan walimah, tujuannya adalah agar khalayak tahu bahwa pernikahan kedua mempelai sudah dilakukan. Kelak, semoga tidak terjadi fitnah. Meskipun wajib, walimah tetap memudahkan, berbeda dengan pesta pernikahan.
Kalau disebut pesta, tentu yang tergambar adalah kemeriahan dan kemewahan, banyak orang yang akhirnya menunda pernikahan hanya karena memikirkan beratnya biaya mengadakan pesta nikah. Padahal, pesta seperti itu bukan ajaran Islam. Justru, Islam memberikan kemudahan. Nah, apa saja yang perlu kita perhatikan terkait walimah?
Hendaknya walimah dilakukan sesederhana mungkin. Sering kali, walimah diadakan semewah mungkin untuk memperturutkan gengsi. Akibatnya, hanya orang terpandang yang bisa tampil mewah saja yang merasa percaya diri untuk hadir. Padahal, yang dibutuhkan oleh kedua mempelai dalam walimah ialah doa keberkahan dari orang-orang yang saleh, bukan semata kehadiran orang-orang terpandang.
Rasulullah Saw. juga mengingatkan kita agar tidak bermewah-mewah dalam walimah lewat sabdanya, “Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Dan siapa saja yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
Sahabatku, hanya mengundang orang kaya saja dan tidak mengundang orang miskin, bentuknya bukan cuma secara langsung mengkhususkan undangan, tapi bisa juga dengan cara yang tidak langsung, yakni membuat perayaan yang amat mewah, sehingga orang miskin tidak percaya diri menghadirinya. Semoga kita terhindar dari melakukan yang demikian. Semoga kelak dalam walimah yang kita adakan, hadir orang-orang saleh yang dekat kepada Allah Swt. doanya, sehingga pernikahan kita pun jadi dekat kepada keberkahan. Aamiin.
Selain itu, hal yang perlu kita perhatikan juga adalah ritual-ritual yang diadakan dalam walimah. Seperti ritual injak telur, mandi kembang tujuh rupa, dan sebagainya. Sebaiknya, kita hidupkan saja sunnah Rasulullah Saw., tanpa menambah-nambahinya dengan “ritual aneh-aneh”.
Demikian itulah beberapa catatan tentang sunnah dalam proses pernikahan yang perlu kita ingat lekat-lekat. Semoga dengan menghidupkan sunnah, kita mendapatkan segala kemudahan, juga keberkahan. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.