Menyadari Peringatan dari Allah SWT
Jika kita menjadi seorang pemimpin, lalu mempelajari kisah pemimpin-pemimpin terdahulu, baik yang sukses maupun yang binasa, maka kita akan tahu bagaimana caranya memimpin yang benar. Kita tidak akan menggunakan kekuasaan kita itu dengan melampaui batas, sebab hasil akhirnya nanti adalah kehancuran. Itulah yang terjadi pada Fir’aun, juga Namrudz. Dua raja ini menjadi pelajaran yang harus selalu diingat.
Ketika Fir’aun diseru Nabi Musa As. agar beriman kepada Allah Swt., ia dengan tegas menolak. Katanya, “Akulah sesembahan kalian yang paling tinggi.” Ia pun memerintahkan Haman, tangan kanannya, agar membangunkan baginya menara yang tinggi menjulang. Ia berkata, “Agar aku bisa melihat Tuhan Musa.”
Keangkuhannya itulah yang membawa Fir’aun dengan semua bala tentaranya tenggelam di Laut Merah. Sebelum benar-benar tenggelam dan tewas, ia masih sempat mengiba-iba dengan mengaku bahwa dirinya beriman kepada Allah Swt. Tetapi, keimanan bukanlah permainan. Ia tidak bisa menipu.
Bagaimana dengan Namrudz? Ia diseru oleh Nabi Ibrahim As. agar menghamba kepada Allah Swt. Tapi, kesombongannya juga tak kalah hebat. Ketika Nabi Ibrahim mengatakan bahwa Allah bisa menghidupkan dan mematikan, ia pun meminta dua orang tawanan dibawa ke hadapannya. Di depan Nabi Ibrahim As., Raja Namrudz menyuruh algojonya membunuh seorang tawanan, lalu membiarkan seorang lagi. Ia pun berkata dengan angkuh, “Lihatlah, aku pun bisa menghidupkan dan mematikan.”
Apa yang terjadi pada Namrudz? Allah Swt. membiarkannya tewas dengan cara yang hina, hanya dengan ulah seekor serangga. Seolah-olah Allah ingin memperlihatkan bahwa sehebat apa pun seorang manusia, ia tidak layak untuk menyombongkan diri. Sebab, nyatanya, Namrudz yang angkuh itu bisa tewas karena seekor serangga.
Begitu juga dengan para pemilik otak yang cerdas dan ilmu yang luas, kalau tidak dibarengi dengan kedekatan dan kecintaan kepada Allah Swt., yang terjadi padanya adalah kesesatan dan kehinaan. Di zaman Nabi Muhammad Saw., ada Amr bin Hisyam. Di tengah kaumnya, dia disapa Abul Hakam (bapak yang bijaksana), tapi sejarah lebih akrab memanggilnya Abu Jahal (bapak yang bodoh). Itu karena ia lebih mementingkan hawa nafsunya. Ia tidak rela mengakui Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah, sebab merasa orang dari kabilahnya yang paling pantas diangkat menjadi Nabi.
Di zaman Nabi Musa As. juga ada seorang ilmuwan yang cerdik, namanya Bal’am. Ia bisa melihat dengan jelas kebenaran Nabi Musa As., tapi ia lebih mencintai harta dan kekayaan dunia. Ia pun menggunakan keilmuannya untuk mendekati Fir’aun, menjadi penasihatnya yang setia, lalu ikut pula binasa dengan Fir’aun yang dipujanya.
Para hartawan juga sama, bisa binasa kalau hanya mengikuti hawa nafsu. Pada masa Nabi Musa As., ada Qarun yang kekayaannya sangat banyak. Sampai-sampai, kunci gudang penyimpanan hartanya harus dibawa puluhan algojo. Setiap waktu, Qarun hanya memamerkan hartanya di depan orang-orang. Ketika diminta membayar zakat, ia tegas menolak. Ia menganggap bahwa apa yang dimilikinya itu adalah buah dari kepintarannya, hasil dari jerih payahnya semata, bukan karunia Allah Swt. Apa akibatnya? Qarun dibinasakan oleh Allah beserta semua kekayaannya.
Di zaman Nabi Muhammad Saw. ada juga contoh seorang hartawan yang lupa diri. Namanya Tsa’labah. Dulunya dia adalah seorang sahabat yang mulia, rajin beribadah, tapi sangat miskin. Ia meminta agar Rasulullah Saw. mendoakannya, ia pun menjadi kaya. Bahkan sangat kaya. Akan tetapi, ternyata, kekayaannya itulah yang membahayakannya. Ia tidak lagi sempat beribadah sebab disibukkan dengan mengurusi harta kekayaannya. Tidak hanya itu, ia juga menolak ketika dimintai zakat. Akhirnya, kebinasaan dan kehinaanlah yang menjadi kesudahannya.
Sahabatku, nafsu itu seperti virus. Kalau dia sudah menjangkiti hati kita, maka kita akan dirusak olehnya. Apa pun posisi kita sekarang, kalau nafsu ikut berkiprah di dalamnya, maka cepat atau lambat, kita akan celaka. Maka, agar itu tidak terjadi, kita wajib memurnikan cinta kita kepada Allah Swt., juga mencintai seseorang atau sesuatu hanya karena-Nya. Jangan biarkan nafsu ikut mengisi hati kita. Bunuhlah nafsu itu. Selalu.
Di dalam hubungan kita dengan lawan jenis, nafsu akan berusaha menyesatkan dengan berbagai cara. Pertama, dia berusaha menghilangkan kesadaran kita, sehingga kita tidak peduli mana yang halal dan mana yang haram. Kedua, dia akan berusaha mempertemukan kita dengan orang yang juga tidak kuasa mengendalikan nafsu. Ketiga, nafsu merusak dua orang yang sama-sama tunduk pada perintahnya.
Sahabatku, termasuklah hal ini menjadi salah satu di antara banyak alasan kita berhenti pacaran. Status berpacaran itu seperti tanah yang subur, rumput-rumput hawa nafsu bisa dengan liar tumbuh di atasnya. Maka, daripada tergelincir karena nafsu, mending kita berusaha menghindar darinya. Lalu, mempersiapkan diri menempuh jalan yang lebih mulia.