Hakikat Memurnikan Kasih Sayang dalam Islam
Adalah menjadi kebiasaan kaum Romawi di abad ketiga, setiap tiba bulan Februari, mereka mengadakan perayaan persembahan untuk Dewi Juno (Dewi Pernikahan/Kesuburan) yang disebut Festival Lupercalia.
Dalam festival ini, dipasangkan laki-laki dengan perempuan dengan cara yang mereka sepakati. Nama-nama para gadis ditulis, lalu dimasukkan ke dalam bejana undian. Para pemuda dipersilakan mengambil sebuah nama yang teracak dalam bejana itu. Lalu, mereka dipasangkan menjadi kekasih. Seharian mereka bebas melakukan apa saja, setelahnya bebas pula memutuskan lanjut atau menyudahi. Begitu terus-menerus tiap tahunnya.
Di akhir tahun 269 M, Raja Claudius sedang berupaya menghimpun pasukan untuk menghadang musuh. Namun sayang, seruannya tak bersambut. Agaknya, para pemuda dan lelaki tengah tenggelam dalam lautan nikmat cinta, sehingga enggan berangkat berperang, pikir Claudius. Maka, diambilnya keputusan yang kejam, ia membubarkan setiap pasangan dan mengharamkan pernikahan.
Tentu, keputusan Claudius ini ditentang rakyatnya. Termasuklah di dalam penentang ini St. Valentine dan rekannya St. Marius. Mereka tetap menikahkan pasangan yang memendam cinta. Diam-diam.
Meskipun upaya ini disembunyikan serapat mungkin, ternyata hidung Claudius terlampau tajam, sehingga rahasia St. Valentine tercium dan terbongkar juga. Claudius menangkapnya sebagai pembangkang, lalu menghukuminya mati tepat tanggal 14 Februari 270 M.
Guna mengabadikan pengorbanan St. Valentine yang dihukum mati tepat di momen Festival Lupercalia, para pastor mengambil keputusan untuk memadukan keduanya.
Jadilah momen 14 Februari ini bernama Valentine's Day (VDay), sedangkan esensinya tetap Festival Lupercalia.
***
Kita tinggalkan dulu cerita di abad ketiga ini, mari beranjak mengambil inspirasi cinta kita ke abad ketujuh.
Di abad itu, muncul seorang penyeru cinta sejati. Beliau tampil sebagai pembawa suluh yang menerangi gulitanya peradaban. Beliau manusia berhati paling bersih yang dipilih Allah Swt., Muhammad Saw.
Beliau Saw. mengajarkan cinta yang murni (ikhlas), sehingga bersihlah cara manusia dalam mencintai. Dari yang semula menaruh cinta pada sesembahan hand-made mereka, kini mereka persembahkan cinta pada Sang Pencipta cinta, Allah Swt.
Di titik ini, kehidupan menjadi terang-benderang.
Ketika cinta dipersembahkan seutuhnya pada Sang Pencipta cinta, maka akan otomatis tumbuh pula cinta di hati pada saudara, keluarga, pasangan, dan seluruhnya.
Pun, cinta tidak membuat umat tercerahkan itu terlena dan diperdaya. Cinta bukan alasan bagi mereka untuk meninggalkan perjuangan, justru cinta yang pesonanya selalu hidup itu menjadikan semangat mereka berkobar.
Mari kita kenang kisah Hanzhallah. Pemuda yang kecintaannya pada agama ini terbukti dalam lembaran sejarah.
Siang itu, Hanzhallah baru saja melangsungkan pernikahannya. Nuansa kebahagiaan masih melekat, senyum-senyum mengembang, hias-hiasan di rumah membersamai. Tapi, siapa sangka, ternyata malam itu bergemalah seruan jihad. Pasukan kaum muslimin harus berangkat menghadang tentara musuh yang datang menyerang.
Ada alasan yang kuat bagi Hanzhallah untuk tak ikut berjihad. Malam itu adalah malam pertama pernikahannya, sang istri pun punya hak atas dirinya. Namun, dalam prioritas Hanzhallah, sebagai seorang mujahid muslim, cinta kepada Allah Swt. dan jihad di jalan-Nya adalah lebih utama.
Hanzhallah berangkat. Ditinggalkannya istrinya. Hanzhallah bergabung dalam barisan yang pergi membawa dua harapan: mati syahid atau hidup mulia (menang). Kedua pilihan itu baik bagi Hanzhallah. Nafsulah yang memandang tidak baik dua pilihan itu. Dan Hanzhallah bukan budak bagi nafsunya.
Sahabatku, kita tahu, Hanzhallah syahid di lembah Uhud waktu itu. Para sahabat pun mengisahkan keindahan yang didapatkan Hanzhallah. Mereka bertutur bahwa mereka menyaksikan jasad Hanzhallah terkujur di tengah jasad-jasad musuh yang ditebasnya. Mereka mendapatinya basah seperti baru saja disiram. Oleh Rasulullah Saw. dijelaskan, Hanzhallah sudah dimandikan oleh malaikat, sebab sebelumnya berangkat dalam keadaan junub. Hanzhallah, gelarnya adalah “Ghasiilul Malaaikah (orang yang telah dimandikan malaikat).”
***
Sahabatku, telah sempurna agama kita mengajarkan cara untuk menghidupkan pesona cinta. Mula-mula kita memurnikan cinta untuk Allah Swt., Rabb kita. Lalu, kita meletakkan cinta sesuai cara yang diridhai-Nya, cara yang jauh dari penurutan terhadap hawa nafsu.
Cukuplah bagi kita mengambil inspirasi cinta dari mata air kemuliaan agama kita ini.