Cara Istri Berjihad dalam Rumah Tangga
Menurut Syekh Muhammad bin Nashir as-Sa’di, seorang wanita yang berada di dalam rumah akan lebih selamat dan terpelihara.
Ibu Katsir juga menambahkan, “Tidaklah keluar seorang muslimat kecuali ada kebutuhan. Termasuk kebutuhan syar’i adalah membolehkan wanita keluar rumah untuk salat.”
Pahala Berlimpah dari Rumah
Ini salah satu bentuk tata krama yang Allah ajarkan pada manusia melalui Al-Qur’an. Dalam tata krama ini, tentu ada kemaslahatan yang sangat bermanfaat tak hanya untuk si wanita, tetapi juga untuk lingkungan masyarakat.
Dengan berdiamnya wanita di rumah, bukan berarti ia dipenjara, tetapi Allah limpahkan pahala yang setara dengan jihad.
Berjihad di rumah bagi seorang muslimat adalah menjadikan rumah tangganya sebagai kancah perjuangan.
Anak-anak mereka adalah prajuritnya, dan si wanita itulah pemimpin bagi anak-anaknya. Baik dan buruk rumah tangganya tergantung dari kemampuannya untuk mengatur urusan rumah tangga.
Bagaimana cara dia memasak, bagaimana cara dia membersihkan rumah, bagaimana cara dia mengatur keuangan, yang kesemuanya bertujuan untuk membuat rumahnya terasa nyaman, ekonominya cukup, rida suaminya semakin besar, dan ketaatannya pada Allah juga semakin bertambah. Itulah makna jihad yang sesungguhnya bagi seorang muslimat.
Memilih Sibuk di Luar
Tapi, kebanyakan para muslimat tidak menyadari hakikat ini. Mereka lebih sibuk bekerja di luar. Mereka menganggap bekerja di luar sama pentingnya seperti tugas laki-laki, yang berakibat pada terbengkalainya urusan rumah.
Suami tidak mendapatkan kenyamanan di dalam rumahnya. Suami tidak mendapatkan masakan yang lezat dan bersih dari istrinya. Suami setiap hari harus berdegup jantungnya sebab istri tidak pandai dalam mengatur keuangan dan lain sebagainya.
Tentu kemampuan seperti ini tidak datang secara tiba-tiba. Ia harus dilatih sejak awal, jauh sebelum seorang istri mendapatkan calon pendamping. Mulailah dengan bangun pagi sebelum subuh dan salat fajar yang pahalanya lebih bernilai dari dunia seisinya.
Setelah salat subuh dijalankan, jangan sekali-kali tidur lagi, atau jangan sampai salat subuhnya Ketika matahari mulai meninggi. Ada sebuah kebiasaan masyarakat Jawa di zaman kaken dan nenek kita, mereka akan merasa malu jika ada anak gadis yang waktu bangunnnya kalah cepat dengan matahari, karena itu petanda rezekinya akan jauh.
Mengenang Kerja Keras Orang Tua
Kita betul-betul kagum dengan orang tua kita, terutama ibu yang tidak mengenal lelah dan malas untuk bangun pagi.
Setelah itu, beliau menjerang air panas atau mulai memasak dan mencuci piring, dan pukul 6 tepat sarapan sudah siap.
Betapa beruntung anak-anak yang memiliki ibu yang rajin, karena segala kebutuhannya terpenuhi; pelayanannya terhadap kebutuhan diri sendiri, persiapan ke sekolah, dan lain sebagainya bisa disiapkan dengan cepat.
Akan tetapi, menjadi orang tua yang memiliki kebiasaan tersebut membutuhkan latihan tahunan, bahkan saat usianya masih remaja, diawali dengan membantu pekerjaan ibunya di dapur.
Atau mungkin lingkungan yang memaksanya untuk mandiri. Misalnya, wanita yang belum menikah itu memutuskan untuk mengekos atau tinggal di asrama yang mengharuskan segalanya untuk mandiri.
Adapun kepandaiannya mengatur uang tidak terlepas dari sikap Qana'ah, merasa cukup dengan pemberian Allah. Misal, Ketika mereka masih sekolah, harus pandai menabung, menyisihkan uang saku. Saat punya penghasilan sendiri tapi masih sedikit, harus pandai-pandai berhemat.
Begitu pula dengan kepandaiannya dalam memasak. Latihannya juga tidak sebentar. Dimulai dari membantu orang tua meracik semua bahan-bahan masakan, kemudian dipercaya untuk menakar bumbu.
Pada saat itulah seorang muslimat belajar bagaimana memasak masakan yang sesungguhnya agar bisa terasa lezat.
Ingatlah Tujuan Nikah
Kembali pada tujuan awal pernikahan, apa yang menyebabkan seorang wanita harus capek-capek melayani suami dan anaknya serta membuat nyaman rumah? Karena, kedudukan seorang wanita sangatlah mulia bila ia bersedia taat pada suaminya.
Suami adalah junjungan, dan surga seorang istri berada dalam rida suaminya. Saking mulianya kedudukan seorang suami, sampai-sampai Rasulullah Saw. bersabda,
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud pada orang lain, akan kuperintahkan para istri bersujud di kaki suaminya.”
Selain itu, istri adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Maka, ia harus mendidik dan membesarkan anaknya dengan nilai agama.
Jika istri tak mampu menjalankan fungsi ini, maka akan dirampas oleh musuh-musuh Islam yang tak ingin generasi Islam tumbuh dalam akidah yang lurus dan taat pada Allah Swt.
Itulah sedikit kajian mengenai cara istri berjihad dalam rumah tangga. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam