Sejarah Khitan, Sunat, atau Sirkumsisi dalam Islam
Bagi perempuan, aktivitas ini diistilahkan dengan “khifadh”, yakni tindakan pemotongan sebagian penutup klitoris yang berbentuk seperti jengger ayam jago.
Di pelbagai kebudayaan, khitan biasanya diiringi dengan berbagai ritual adat sebagai kesan kesakralannya.
Sejarang mengisahkan, sirkumsisi atau khitan telah lama menemani perjalanan hidup manusia. Bahkan jauh sebelum dimulainya tahun Masehi, khitan sudah dipraktikkan oleh sebagian manusia.
Keterangan ini dapat dibuktikan dengan tersebarnya praktik khitan di beberapa kawasan yang telah lebih dulu mempunyai peradaban.
Mesir Kuno misalnya. Bangsa ini telah mempraktikkan sirkumsisi jauh sebelum tahun Masehi dimulai, tepatnya pada tahun 1400 SM (Sebelum Masehi).
Buktinya adalah sebuah catatan dalam bentuk gambar sunat orang dewasa dan diukir pada makam AnkhMaHor di Saqqara, Mesir.
Bagi Anda yang belum tahun, Tomb of AnkhMaHor atau makam Ankhmahor sangatlah terkenal karena di dalamnya terdapat peninggalan bersejarah berupa beberapa praktik pedis yang tidak biasa, salah satunya adalah adegan sunat ini (lihat gambar di atas).
Makam yang mengubur beberapa pejabat tinggi Raja Teti ini ditemukan pertama kali oleh Victor Loret pada tahun 1897. Kemudian dibuka untuk umum pada Mei 2016.
Selain itu, keturunan Israil juga terhitung lebih dahulu dalam melakukan praktik sirkumsisi. Mereka mengkhitan anak turunan mereka pada hari kedelapan setelah kelahiran anak.
Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim a.s. yang mengkhitan putranya Ishaq pada hari kedelapan. Hal ini beliau lakukan setelah mendapatkan perintah Tuhan.
Seperti tertuang dalam kitab Kejadian (27), “Pada delapan hari setiap anak laki-laki dikhitan pada generasi mereka.”
Dalam sebuah keterangan menyebutkan, orang pertama yang melakukan praktik sunat atau khitan ini adalah Nabi Ibrahim a.s. pada usia 80 tahun.
Dalam Islam, sirkumsisi atau sunat memiliki tendensi pembenaran yang jelas. Seperti termaktub di berbagai karya cendekiawan muslim serta beberapa jejak rekam hadis Nabi SAW.
Memang benar, para ulama sepakat mengenai legalitas praktik khitan, tetapi mereka masih enggan menyepakati spesifikasi hukumnya, apakah sebatas sunah atau bahkan bersifat wajib.
Untuk kajian hukum mengenai khitan akan kami bahas pada artikel berikutnya. Demikian mengenai sejarah singkat khitan dalam Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam
Sumber Referensi:
Magzter.com, Geoffrey Lenox-Smith, dengan judul artikel, “The Tomb Of Ankhmahor At Saqqara”.
Fathul Mu’in, Zain al-Din al-Malibary, (316).
Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani, (9/530).
Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu, Ali Ahmad al-Jurjawi, (34).
Tafsir al-Jami’ al-Ahkam, Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, (2/98).