Hanya Punya Air Satu Gayung, Bagaimana Cara Wudunya?
Tanpa wudu, salat tidak akan sah. Begitu juga dengan ibadah lain yang disyaratkan suci dari hadas kecil. Dalam wudu pun ada aturannya, ada tata caranya, dan ada ketentuannya.
Wudu diwajibkan menggunakan air suci, baik suci dari najis maupun suci dari sifat mustakmal. Mustakmal sendiri adalah sifat air yang tidak boleh digunakan untuk bersuci lagi.
Dalam bab taharah, air mustakmal adalah air sisa wudu yang tidak bisa digunakan lagi untuk bersuci.
Ketika ada air satu gayung, kemudian kita celupkan salah satu anggota wudu kita (seperti tangan misalnya), maka air gayung tersebut seketika menjadi mustakmal.
Sumber Gambar: interaksyon.philstar.com |
Misal lagi, ada air satu ember kecil yang volumenya kurang dari 2 kulah, kemudian kita celupkan anggota wudu kita (misal tangan) pada air tersebut, maka seketika air tersebut menjadi mustakmal.
Untuk penjelasan 2 kulah akan kami paparkan di akhir pembahasan.
Wudu hanya menggunakan air satu gayung
Lalu bagaimana cara kita berwudu hanya menggunakan air satu gayung? Misal dalam konteks masalah: tidak ada air lagi selain air satu gayung tersebut. Bagaimana cara bersuci menggunakan air yang sedikit itu? Apakah ia tetap diwajibkan wudu menggunakan air?
Berikut jawabannya:
Pertama, ia masih tetap diwajibkan wudu dengan air meskipun kadarnya terbatas, seperti hanya satu gayung saja misalnya.
Kedua, air tersebut harus digunakan untuk membasuh bagian-bagian yang wajib saja, seperti muka, tangan, sebagian kepala, dan kedua kaki.
Ketiga, bedakan antara mengusap (مسح) dan membasuh (غسل). Dalam fikih Islam, kriteria mengusap adalah cukup membasahi saja, sedangkan membasuh harus ada aliran air yang mengalir di permukaan kulit. Dalam bab wudu, yang wajib diusap hanyalah sebagian kepala, sedangkan muka, tangan, dan kaki wajib dibasuh.
Keempat, apabila air tersebut tidak cukup untuk membasuh bagian-bagian yang wajib, maka selebihnya atau kekurangannya diteruskan menggunakan tayamum.
Adapun dalilnya sebagai berikut:
Di dalam kitab Khifayatul al-Akhyar (كفاية الاخيار) dijelaskan bahwa:
"Seandainya ada seseorang yang sedang junub (berhadas besar karena jimak atau keluar mani) atau hadas kecil, mereka tidak menemukan air yang mencukupi untuk bersuci, maka wajib baginya untuk tetap memakainya. Dan wajib pula baginya bertayamum untuk meneruskan sisa anggota tubuhnya (yang belum dibasuh)." (Kifayatul al-Akhyar, Juz 1: 63)
Pendapat ini dikuatkan dan diperinci dalam kitab Fathul Muin (فتح المعين) yang berbunyi sebagai berikut:
"Ketika seseorang memiliki air sedikit yang tidak mencukupi untuk menyempurnakan wudunya, jika ia membasuh tiga kali atau (membasuh) kesunahan-kesunahan yang lain, atau ia membutuhkan sisa air itu untuk minum hewan, maka haram baginya menggunakan air tersebut untuk keperluan sunah. Hal ini juga berlaku untuk mandi." (Fathul Muin: 20)
Dari dalil di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa air yang tidak mencukupi untuk berwudu haram hukumnya digunakan untuk membasuh bagian-bagian sunah, seperti membasuh telinga, berkumur, membersihkan hidung, serta membasuh bagian kaki dari mata kaki sampai lutut.
Dalam konteks masalah di atas, ketika seseorang hanya memiliki air satu gayung. Yang wajib dibasuh adalah bagian anggota wajib, sedangkan bagian yang sunah haram hukumnya.
Atau mungkin ada kondisi di mana ada hewan kehausan. Maka air tersebut wajib diprioritaskan untuk air minum bagi hewan tersebut. Kemudian sisanya digunakan untuk berwudu, dan anggota yang tidak kebagian air diteruskan menggunakan debu (tayamum).
Menyinggung soal dua kulah sebagaimana penjelasan tadi di atas. Takaran air 2 kulah adalah 500 Kathi Baghdad, atau dalam satuan perhitungan Indonesia setara dengan 270 liter air. Dalam Fathul Mujibil Qarib, air dua kulah bisa disetarakan dengan volume air pada bidang persegi berukuran 1,25 hasta atau setara dengan 91,8 cm (tidak sampai 1 meter).
Demikian pembahasan singkat mengenai cara wudu menggunakan air satu gayung lengkap dengan dalilnya. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam