Perbedaan Syariat, Fiqih, dan Hukum Islam
Sesuai judul di atas, kami akan menjelaskan secara singkat, padat, dan jelas mengenai perbedaan antara syariat, fiqih, dan hukum Islam. Berikut penjelasannya:
1. Syariat
Sesuai namanya, syariat adalah aturan, ketentuan, atau segala sesuatu yang sifatnya mutlak yang berasal dari Allah Swt. Contoh: Wahyu Al-Qur’an. Segala aturan yang terdapat dalam Al-Qur’an disebut dengan Syariat. Sebab, sifatnya yang paten dan tidak dapat diubah.
Syariat adalah aturan yang absolut dan statis, artinya, ia menetap dan tidak memiliki perubahan. Selain itu, syariat juga memiliki sifat universal dan otoritatif, artinya, ia berlaku untuk semua orang dan sifatnya yang otoritas dalam mengatur.
2. Fiqih/Fikih
Sedangkan fiqih adalah produk hukum yang dibuat oleh para ulama. Artinya, ia dibentuk berdasarkan penafsiran ulama tetapi semua berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadis. Misal, ketika guru menyampaikan sebuah materi di dalam kelas, pasti setiap murid akan memiliki penafsiran yang berbeda-beda atau sudut pandang yang berbeda-beda dalam menangkap materi.
Sama halnya dengan menafsirkan Al-Qur’an dan Al-Hadis, tentu setiap ulama memiliki penafsiran yang berbeda-benda. Contoh yang paling mencolok adalah perbedaan pendapat dalam mazhab, seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Perbedaan inilah yang disebut dengan fiqih. Di dalam ilmu fiqih, perbedaan pendapat atau khilafiah adalah hal yang biasa. Sebab, mereka memiliki daya tangkap yang berbeda-beda dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Syariat adalah wahyu Allah, sedangkan fiqih adalah buah penafsiran para ulama dari wahyu Allah.
3. Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang sudah dikodifikasi, disempurnakan, dan dipatenkan. Biasanya, hukum Islam sudah mengalami perubahan atau modifikasi sesuai dengan keadaan zaman. Contoh dari produk hukum Islam ini adalah KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang berlaku di Indonesia.
KHI atau Kompilasi Hukum Islam adalah produk hukum Islam Indonesia. Diracik dari berbagai mazhab, mulai dari Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Jadi tidak mengherankan apabila di dalamnya terdapat hal-hal yang bertentangan dengan fiqih mazhab Syafi'i yang mayoritas dianut oleh warga Indonesia.
Salah satu contoh hukum yang sudah dikodifikasi adalah dalam bab pernikahan. Di Islam sendiri tidak ada syarat buku nikah. Akan tetapi, di dalam KHI, buku nikah dihukumi wajib sebagai bagian dari keabsahan menikah, karena berfungsi untuk pembuktian bahwa seseorang pernah menikah.
Hal ini (buku nikah) tentunya akan memberi manfaat apabila seseorang mengklaim harta waris dari suami/istri yang meninggalkannya, dan urusan-urusan lain yang membutuhkan bukti administrasi fisik.
Itulah perbedaan dari Syariat, Fiqih, dan Hukum Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam