Kewajiban Menerima Pekerjaan yang Didapatkan Dalam Islam
Ia tidak boleh menolak, apalagi mengeluh. Ia juga tidak boleh meminta anugerah lain selain yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Tidak boleh bagi seseorang menganggap bahwa pemberian Allah itu tidak cocok atau tidak sesuai dengan keadaan dirinya. Ia juga tidak boleh menganggap bahwa pekerjaan itu akan mempersempit kemampuannya dalam hubungan apapun, baik hubungan dengan Allah maupun dengan manusia.
Sekali lagi, kehendak seperti itu tidak dibenarkan dalam Islam. Perbuatan atau kehendak tersebut sama saja menyalahi etika kerja dan sopan santun dalam ikhtiar.
Jangan benci pekerjaan sendiri
Tabiat yang perlu menjadi pegangan bagi seorang hamba yang beriman adalah menerima suatu pekerjaan sebagai anugerah yang besar dari Allah. Ia wajib menyukuri serta bersabar dalam pekerjaannya, karena Allah juga akan menilai semua perbuatannya, sampai saat Allah akan memberikan untuknya sesuatu yang baru tanpa perlu meninggalkan pekerjaan yang lama. Itulah tabiat orang yang yakin, istiqamah, dan tawakal.
Ketika seseorang telah sampai pada titik makrifatullah dalam tingkat ihsan yang tinggi, maka ia akan menganggap pekerjaan kesehariannya sebagai ibadah yang ditujukan semata-mata karena Allah.
Yang ia harapkan dari pekerjaan tersebut bukanlah kekayaan duniawi, melainkan suasana hati yang suci dari sifat-sifat kotor, dan ia akan memohon agar Allah melepaskan hatinya dari perasaan yang membebani dirinya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Niat akan menentukan hasil
Maka, tujuan-tujuan inilah yang menjadi pembeda. Tujuan atau niat yang berbeda dalam pekerjaan yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda pula. Orang yang makan dengan tujuan kenyang akan menghasilkan kenyang saja, sedangkan orang yang makan dengan tujuan agar kuat beribadah kepada Allah akan mendapatkan keberkahan dan pahala dari makanan tersebut.
Begitu juga dengan pekerjaan. Orang yang dengan sabar, tekun, dan selalu bersyukur terhadap pekerjaan yang ia miliki akan menghasilkan kebahagiaan dan keberkahan tersendiri. Apalagi kalau diniatkan untuk ibadah, seperti diniatkan untuk ikhtiar menafkahi keluarga misalnya, maka segala aktivitas yang ia lakukan dalam pekerjaan tersebut akan dihitung ibadah.
Setiap pekerjaan yang Allah berikan kepada kita mengandung banyak sekali hikmah. Mungkin pada satu titik kita pernah menginginkan pekerjaan yang lebih layak atau jabatan yang lebih tinggi. Akan tetapi, Allah tidak mengabulkannya karena Dia lebih tahu mana pekerjaan yang paling cocok untuk kita.
“Mungkin saja” kalau pekerjaan atau jabatan tinggi kita dapatkan, iman kita akan menjadi rapuh dan mudah sekali terbawa arus kebatilan. Lingkungan pekerjaan tersebut bisa saja menggiring kita pada hal-hal yang tidak dibenarkan. Oleh karena itu, Allah memberikan pekerjaan lain yang jauh lebih baik. Wallahu A'lam