Pamer Amal Ibadah Agar Terkenal, Bagaimana Hukumnya?
Keinginan agar terkenal sebagai ahli ibadah apalagi diikuti dengan kedok lain yang bukan ibadah, akan membawa orang tersebut menjadi angkuh dan lupa diri. Karena di saat tertentu musuh manusia yang bernama iblis itu akan mudah sekali merasuk ke dalam hati seseorang yang kelak dapat menghancurkan dirinya dan imannya.
Memilih menjadi seseorang yang terkenal melalui “pamer” amal ibadah sangatlah bertentangan dengan tujuan ibadah itu sendiri.
Melaksanakan amal ibadah hanya untuk mencari kemasyhuran ibarat menanam benih di tanah yang dalam. Ia tidak akan menimbulkan hasil yang baik karena akan mudah goyah dan roboh.
Ibrahim bin Adham mengingatkan pula bahwa perbuatan ingin terkenal melalui ibadah adalah termasuk sifat terlalu mencintai dunia dan kedudukan.
Abu Ayyub Al Febriani mengingatkan bahwa Allah tidak membenarkan seseorang yang berperilaku demikian, kecuali ia merahasiakan dan tidak menyiarkan amal ibadahnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat ahli sufi yang bernama Basyar Ibnu Haris bahwa:
“Janganlah keinginanmu untuk dikenal akan menghilangkan nilai agama, dan karenanya, (seseorang) tidak akan menerima kemanisan di akhirat.”
Sesungguhnya keinginan agar masyhur atau terkenal dengan cara ibadah kepada Allah adalah perbuatan yang kerdil dan kotor, karena orang-orang seperti ini jelas tidak mengenal dirinya sebagai hamba Allah.
Sebab, seseorang hamba yang mengenal dirinya, maka sudah seharusnya ia tawadhu’ atau merendahkan hatinya, tidak memamerkan kelebihan ibadahnya, dan dengan tawadhu’ itulah, ia akan mampu membersihkan dirinya dan mengangkat derajatnya ke jenjang yang lebih tinggi, serta mendapatkan hakikat kecintaan yang sebenar-benarnya.
Keinginan seseorang untuk terkenal sebagai ahli ibadah telah membuat cacatnya ibadah itu sendiri dan rusaklah amal ibadahnya.
Nabi Isa Alaihissalam pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya, "Di mana biji itu tumbuh?” Kemudian sahabat-sahabatnya menjawab, “Di bumi.” Kemudian Nabi Isa pun menjelaskan bahwa hikmah tidak akan tumbuh melainkan di kedalaman hati, seperti kedalaman bumi.
Biji yang akan tumbuh menjadi batang dan buah lahir dari suatu tempat yang orang lain tidak tahu keberadaannya (tersembunyi dibalik bumi), akan tetapi ia memberi manfaat kepada manusia dan alam sekitarnya tanpa mengatakan apa-apa tentang pertumbuhannya itu.
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengingatkan bahwa ibadah salat dan sejenisnya yang paling mulia dan indah adalah melaksanakannya dengan sempurna serta orang-orang tidak mengetahuinya (merahasiakannya).
Banyak sekali kisah-kisah para sahabat dan para Wali Allah yang menceritakan kebesaran jiwa dan keagungan martabat ibadah mereka yang tidak suka dipamerkan. Mereka berusaha menghindar dari kemasyhuran duniawi yang rendah karena ia lebih mengkhususkan dirinya dalam ibadah yang tersembunyi, serta meninggalkan keramaian duniawi yang bisa merusak amal ibadah dan merendahkan martabatnya di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Penghayatan rohani yang suci menghendaki seorang hamba dalam beribadah lebih mengutamakan mencari ridho Allah daripada Ridho manusia. Keabadian yang sesungguhnya dan kenikmatan ibadah yang sebenarnya ada di dalam keheningan, jauh dari hiruk-pikuk yang akan membuat ibadah menjadi rusak.
Adapun cara yang paling baik untuk menghilangkan rasa pamer atau riya’ karena ingin kemasyhuran diri dari seorang hamba, adalah dengan menanamkan rasa tawaduk dan rasa malu di dalam hatinya berhadapan dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Pamer dalam amal tidak hanya merusak keimanan, melainkan juga akan mencemari hati manusia dengan bercak-bercak hitam yang akan menutupi seluruh permukaan hatinya.
Adapun akibat lain dari pamer masalah ibadah adalah akan lahir rasa angkuh yang merendahkan jiwa. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam:
“Barangsiapa yang merendah diri (dalam beribadah), maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan mengangkatnya ke pada martabat kemuliaan. Dan barangsiapa apa perilaku angkuh, maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan merendahkan martabatnya. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala suka kepada orang-orang yang takwa dan suka terhadap orang-orang yang menyamarkan dirinya dari ketenaran dunia. Orang-orang seperti ini ketika tak tampak tidak pernah dicari, dan ketika mereka hadir tidak pernah dikenal. Hati mereka bagaikan lampu yang selalu menunjukkan arah.”