Dilema Salat Menghadap Barat Lurus
Pada umumnya, orang yang salat akan menghadap ke barat, tetapi tidak lurus, melainkan agak dimiringkan sedikit. Kenapa dimiringkan sedikit, karena di situlah arah kiblat (Ka’bah).
Kalau menghadap ke barat lurus, maka ketemunya bukan ke Ka’bah. Dari praktik seperti ini tentu jelas tidak dibenarkan apabila kita memandangnya dari kacamata fiqih.
Salah satu syarat sah salat adalah harus menghadap kiblat, jika tidak, maka salatnya tidak sah. Lalu kenyataannya, banyak orang-orang yang dalam praktiknya masih menganggap bahwa arah kiblat secara “lazim” adalah menghadap barat.
Menurut pendapat yang dipilih oleh al-Ghazali, hukum salat menghadap kiblat bagi orang yang jauh dari Ka’bah adalah boleh.
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Bughyatul al-Mustarsyidin:
“Pendapat kedua, saat salat cukup menghadap arah yang terdapat Ka’bah bagi orang yang jauh dari Ka’bah. Ini pendapat kuat yang dipilih al-Ghazali.” (Bughyatul al-Mustarsyidin: 39)
Pendapat ini tentu akan memudahkan mereka yang tidak paham bagaimana menentukan arah kiblat secara pasti, atau orang-orang yang tidak diberi kelebihan dalam memahami ilmu falak tetapi rumahnya jauh dari Ka’bah.
Tetapi perlu kami tekankan, siring berkembangnya teknologi, menentukan arah kiblat dengan kompas adalah salah satu usaha paling tepat dalam menemukan arah kiblat.
Minimal, ia bisa memastikan bahwa arah kiblat itu agak sedikit miring. Dan ketika salat, ia cukup memiringkannya beberapa derajat tanpa harus melakukan ijtihad kembali.
Sedikit tambahan bagi yang punya musala di rumah, hendaknya menggunakan sajadah paten, atau sajadah yang tidak berpindah-pindah arahnya, agar posisi atau arah salatnya selalu konsisten.
Demikianlah pembahasan singkat mengenai hukum salat menghadap ke arah barat lurus lengkap dengan dalilnya. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam