Beginilah Cara Iblis dan Setan Menyesatkan Manusia
Benarkah demikian? Apakah setiap kesalahan manusia itu adalah karena bujuk rayu setan? Iblis dan setan adalah makhluk Allah yang diciptakan dari api dan diberi fitrah berperan antagonis dalam dunia ini. Apabila malaikat yang diberi Fitrah sebagai makhluk yang selalu beribadah pada Allah Swt. dan menjalankan perintah-Nya tanpa melanggar sekalipun, maka iblis dan setan adalah makhluk yang senantiasa membangkang perintah-Nya, bahkan ia bertugas untuk menggoda umat manusia agar tersirat dari jalan-Nya.
Apakah setiap keburukan manusia berasal dari iblis dan setan?
Apakah benar segala kejahatan yang dilakukan oleh umat manusia itu karena bujuk rayu setan? Maka jawabannya bisa iya, bisa juga tidak. Pada dasarnya, manusia itu dilahirkan suci, tidak berdosa, namun memiliki sifat-sifat baik dan buruk. Dan sifat-sifat pada diri manusia inilah yang berperan penting dalam menciptakan tindakan yang akhirnya akan membawa manusia itu termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung atau golongan orang-orang yang celaka.
Ketika seseorang hendak melakukan sesuatu perbuatan, maka dua sifat yang saling bertentangan dalam dirinya itu akan mulai saling mempengaruhi. Sifat yang baik akan berusaha membawa manusia untuk melakukan perbuatan yang baik, sedangkan sifat buruknya akan berusaha untuk menjerumuskannya. Sifat buruk juga dapat disebut sebagai setan yang ada dalam diri manusia, setan yang selalu menggodanya untuk jatuh ke lubang kehancuran.
Lantas, apakah peran iblis dan setan itu dalam hal ini? Iblis dan setan berperan menggoda manusia agar ia lebih cenderung untuk mengikuti sifat-sifat buruknya dan menenggelamkan sifat-sifat baiknya. Demikianlah iblis dan setan itu bekerja, setan adalah musuh terbesar manusia dan musuh yang nyata bagi manusia. Mereka tidak akan pernah berputus asa menggoda dan merayu manusia. Sampai hari kiamat belum ditegakkan, setan akan senantiasa ingin menjatuhkan manusia ke dalam lubang keburukan sedalam-dalamnya. Hal ini ditetapkan oleh Allah Swt. dalam firmannya:
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا۟ ٱلشَّيْطَٰنَ ۖ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu" (QS. Yasin: 60)
Sesungguhnya manusia memiliki perlengkapan yang sempurna karena Allah Swt. menciptakannya dalam wujud yang sempurna. Ketika manusia berkeinginan untuk melakukan sesuatu pekerjaan, maka anggota badan akan langsung mengerjakannya. Misalnya ketika ia ingin memegang sebuah pensil, maka tangan akan bekerja mengambil dan memegang pensil tersebut. Keinginan itu biasanya datang dari pikiran dan hati. Maka, dari dua hal inilah biasanya manusia selamat atau tidak. Keinginan manusia adalah salah satu hal yang paling disukai oleh iblis dan setan, karena mereka akan dengan mudah menggoda manusia melalui keinginan-keinginan yang muncul dalam pikiran dan hatinya.
Disebutkan bahwa keinginan-keinginan yang baik yang timbul dari pikiran dan hati itu datangnya dari Allah, melalui malaikat-Nya. Sedangkan bisikan-bisikan yang buruk itu berasal dari setan. Wallahu a’lam
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memiliki banyak sekali keinginan. Dalam 1 menit saja, manusia mempunyai berbagai keinginan, dan itu memang wajar. Dalam hal ini pikiran dan hati manusia berperan penting dalam mewujudkan keinginan itu. Sesungguhnya hati dan pikiran dapat menentukan kebenaran yang sebenar-benarnya sesuai kehendak Allah Swt. Alur penalaran logis melalui otak pikiran yang diimbangi dengan pertimbangan perasaan merupakan sebuah perpaduan yang tepat dalam menentukan kebenaran.
Contoh cara kerja pikiran dan perasaan dalam menentukan suatu perkara adalah seumpama seseorang memandang lautan yang terhampar luas di hadapannya. Pikiran diibaratkan membayangkan laut dan melihat permukaan air atau bentuk fisik airnya. Sedangkan hati mengetahui keadaan laut ibarat menyelam di bawah permukaan air laut, sehingga pikiran dan hati diperlukan untuk dapat menentukan bentuk maupun eksistensi lautan tersebut secara keseluruhan. Sebuah kombinasi yang mutlak diperlukan untuk dapat menentukan kebenaran sejati.
Pada dasarnya kebenaran pikiran ialah kebenaran tingkat dasar, sebagaimana kebenaran dalam memahami lautan dari permukaan airnya. Sesungguhnya kebenaran pikiran itu tidak jauh berbeda dengan kebenaran yang dicapai oleh panca indra, yaitu hasil reaksi yang diperoleh dari rangsangan. Pada tingkat kebenaran ini, manusia sudah dapat mengenal nilai-nilai seperti baik-buruk, meski belum sampai menembus nilai spiritual (kebenaran sejati).
Selain itu, kebenaran pikiran bersifat relatif, karena pendekatan untuk mencapai kebenaran ditentukan oleh pengetahuan yang tersimpan di dalam memori otak dengan pengetahuan setiap manusia itu berbeda-beda, sehingga kebenaran pada masing-masing orang itu berbeda sesuai dengan kadar kemampuan yang masing-masing. Meski demikian, kebenaran yang diperoleh dari kreasi pikiran ini sudah dapat menentukan gambaran dan menjadi pintu masuk untuk menggapai kebenaran sejati, yaitu kebenaran yang diperoleh dari hati. Oleh karena itu, untuk mencapai kebenaran sejati, memanglah harus terjadi keberaturan antara pikiran dan hati.
Setingkat lebih tinggi dari kebenaran pikiran ialah kebenaran hati, perasaan atau intuisi, yaitu kebenaran berupa pengetahuan ataupun wawasan yang diperoleh langsung, terkadang tanpa melalui penalaran dan observasi terlebih dahulu. Penglihatan hati atau intuisi yang menyebutkan bahwa ia merupakan kegiatan yang amat tajam. Jika kebenaran pikiran diperoleh dengan proses yang jelas, yaitu melalui informasi yang diperoleh dari Indra yang dikirim ke otak melalui sistem saraf, maka kebenaran hati ini diperoleh dengan sistem yang abstrak. Meski demikian, ia dapat dibuktikan secara logis dan empiris.
Sesungguhnya yang melalui hati seseorang manusia bisa meraih kebenaran. Dengan hati dan induksi pula manusia kadang berhasil untuk mengungkapkan rahasia alam dan kehidupan.
Baginda Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Dalam hati ada dua golongan, yaitu golongan malaikat yang selalu mengajak pada kebaikan dan kebenaran, maka siapa yang mendapatinya, hendaknya ia harus bersyukur karena bisikan itu datangnya dari Allah. Satu golongan lagi berasal dari musuh, ia selalu mengajak pada kejelekan dan mendustai kebenaran, siapa yang mendapatinya, hendaknya ia berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”
Kemudian Rasulullah membaca ayat ini:
اَلشَّيۡطٰنُ يَعِدُكُمُ الۡـفَقۡرَ وَيَاۡمُرُكُمۡ بِالۡفَحۡشَآءِ ۚ وَاللّٰهُ يَعِدُكُمۡ مَّغۡفِرَةً مِّنۡهُ وَفَضۡلًا ؕ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيۡمٌۚ
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 268)
Perhatikanlah pikiran dan hati kita agar kita tidak terperangkap dalam tipu daya setan, karena pada pikiran dan hati lah biasanya setan bekerja, yakni berusaha menjerumuskan ke dalam perbuatan yang buruk dan bertentangan dengan syariat Allah.