Mengenal Akad Kafalah Beserta Macam-Macamnya
Menurut mazhab Hanafi, Kafalah adalah memasukkan tanggung jawab seseorang ke dalam tanggung jawab orang lain dalam suatu tuntutan umum. Dengan kata lain menjadikan seseorang ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab orang lain yang berkaitan dengan masalah nyawa, hutang atau barang.
Menurut mazhab Maliki, Syafi'i dan Hambali, Kafalah adalah menjadikan seseorang penjamin ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan atau pembayaran utang, dan dengan demikian keduanya dipandang berutang. Ulama sepakat dengan bolehnya Kafalah karena sangat dibutuhkan dalam muamalah dan agar yang berpiutang tidak dirugikan karena ketidakmampuan yang berhutang.
Dasar Hukum Kafalah
Adapun dalil yang mendasari hukum Kafalah adalah sebagai berikut:
QS. Yusuf ayat 66:
“Ya'qub berkata: "Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh". Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Ya'qub berkata: "Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini).” (QS. Yusuf: 66)
QS. Yusuf ayat 72:
“Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf: 72)
Hadis Nabi Saw.:
“Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar.” (HR. Abu Daud)
“...bahwa penjamin adalah orang yang berkewajiban membayar.” (HR. Abu Daud, Tirmdzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Dari beberapa ayat dan hadis di atas para ulama sepakat bahwa hukum Kafalah adalah boleh, karena sangat dibutuhkan dalam muamalah dan agar yang berpiutang tidak dirugikan karena ketidakmampuan yang berhutang.
Macam-Macam Kafalah
Kafalah sendiri secara umum terbagi menjadi dua bagian, yaitu Kafalah Dengan Jiwa dan Kafalah Dengan Harta.
1. Kafalah Dengan Jiwa
Kafalah dengan jiwa adalah adanya kesediaan pihak penjamin untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang Ia janjikan tanggungan.
Penjaminan yang menyangkut masalah manusia boleh hukumnya orang yang ditanggung tidak mesti mengetahui permasalahan, karena Kafalah menyangkut badan bukan harta.
Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa Kafalah dinyatakan sah dengan menghadirkan orang yang terkena kewajiban menyangkut hak manusia, seperti hukum Qishah dan Qzaf, karena kedua hal tersebut menurut Imam Syafi'i termasuk hal yang pasti. Sedangkan bila menyangkut had yang telah ditentukan oleh Allah, maka hal itu tidak sah dengan Kafalah.
Bila orang yang dijamin telah meninggal dunia, maka kafil atau pihak penjamin tidak membayar kewajibannya, karena ia tidak menjamin harta, tetapi menjamin orangnya dan kafil dinyatakan bebas tanggung jawab.
2. Kafalah Dengan Harta
Kafalah Dengan Harta adalah kewajiban yang mesti ditunaikan oleh kafil (pihak penjamin) dengan pembayaran atau (pemenuhan) berupa harta. Kafalah Dengan Harta atau yang disingkat dengan Kafalah harta ini terbagi menjadi 3 macam:
a. Kafalah Utang
Yaitu kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain. Dalam Kafalah utang disyaratkan sebagai berikut:
Utang tersebut bersifat mengikat/tetap pada waktu terjadinya transaksi jaminan, seperti utang qiradh, upah dan mahar.
Hendaknya barang yang dijamin diketahui. Jadi. seseorang tidak sah menjamin barang yang tidak diketahui, sebab perbuatan tersebut adalah gharar.
b. Kafalah Benda
Yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti menyerahkan barang jualan kepada pembeli. Dalam hal ini disyaratkan materi yang dijamin tersebut adalah untuk ashil. Namun bila tidak berbentuk jaminan, maka Kafalah batal.
c. Kafalah Cacat
Kafalah cacat atau ‘aib adalah jaminan jika barang yang dijual ternyata mengandung cacat, karena waktu terlalu lama atau karena hal-hal lainnya, maka penjamin (pembawa barang) bersedia memberi jaminan kepada penjual untuk memenuhi kepentingan pembeli (mengganti barang cacat tersebut).
Demikianlah sedikit pembahasan mengenai Kafalah beserta dasar hukumnya. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam