Bagaimana Hukum Membaca Basmalah dalam Shalat?
Abusyuja.com_Bagi warga Nahdiyin, membaca Basmalah ketika shalat merupakan hal yang sangat wajar. Tetapi bagi saudara-saudara kita seperti Muhammadiyah misalnya, mereka tidak menyertakan Basmalah ketika membaca Fatihah.
Tentu kita tidak bisa menyalahkan cara ibadah tersebut karena mereka juga punya landasan hukum sendiri. Apa gunanya menyalahkan saudaranya sendiri dalam hal ibadah wajib, kalau melihat yang tidak pernah shalat saja kita pura-pura buta?
Lalu pertanyaannya, bagaimana sebenarnya hukum membaca Basmalah atau Bismillahir Rahmaanir Rahim dalam shalat? Apakah cuma sunnah, mubah, atau mungkin wajib? Berikut penjelasannya.
Baca juga: Apakah Makmum Wajib Membaca Fatihah?
Para ulama ahli fiqih ternyata berselisih pendapat mengenai persoalan ini. Ada yang mewajibkan, ada juga yang mengatakan membacanya dengan suara lirih, dan ada juga yang mewajibkan membacanya dengan lirih. Berikut kami kemukakan beberapa pendapat dari berbagai madzhab mayoritas,
Imam Syafi'i
Para ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa seseorang yang shalat wajib membaca Basmalah dengan suara keras pada shalat jahriyah. Dan dengan suara lirih pada saat shalat sirriyah.
Apa itu shalat jahriyah dan sirriyah? Shalat jahriyah adalah shalat-shalat ketika bacaan imam diucapkan dengan suara keras pada dua rakaat awal, seperti shalat Subuh, Maghrib, dan Isya’. Sedangkan shalat sirriyah adalah sebaliknya, yaitu shalat dengan suara bacaan imam tidak terdengar oleh orang lain atau didengar oleh dirinya sendiri, seperti shalat Dzuhur dan Asar.
Menurut madzhab Syafi'i, wajib hukumnya membaca (dengan suara keras) Basmalah pada saat shalat-shalat tertentu, seperti Subuh, Maghrib dan Isya’.
Imam Hanafi
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, seseorang yang sedang shalat hendaknya membaca Basmalah bersama surat Al-Fatihah dengan suara lirih pada setiap rakaat shalat. Dan dibolehkan juga membaca Basmalah pada awal tiap-tiap surat Al-Qur’an yang kita baca setelah membaca Fatihah.
Dari sini Imam Hanafi cenderung lebih umum ketentuannya. Jadi tidak terkait dengan penggolongan shalat jahriyah maupun sirriyah. Intinya, setiap shalat, entah shalat apa pun itu, hendaknya melirihkan suara Basmalah sebelum membaca Fatihah maupun surat-surat Al-Qur’an setelah Fatihah.
Imam Maliki
Sedangkan menurut golongan ulama Malikiyah, mereka berpendapat bahwa membaca Basmalah dalam shalat maktubah hukumnya adalah “dilarang”, baik dengan suara keras maupun lirih, baik pada permulaan Fatihah maupun pada permulaan bacaan surat setelah Fatihah. Tetapi beliau memperbolehkan membaca Basmalah pada shalat-shalat sunnah saja, seperti Tahajud, Dhuha, Hajat, dan lain sebagainya.
Imam Hambali
Sedangkan menurut madzhab Hambali, seseorang yang sedang shalat wajib membaca Basmalah dengan suara lirih, dan tidak disunnahkan membacanya dengan suara keras.
Yang melatarbelakangi timbulnya perbedaan pendapat ini adalah bedanya persepsi antar madzhab mengenai “Apakah Basmalah termasuk salah satu ayat dari surat Al-Fatihah?”
Lalu mereka juga beda persepsi mengenai “Apakah Basmalah yang kita ucapkan pada awal tiap-tiap surat Al-Qur’an juga termasuk bagian dari ayat surat mereka?”
Baca juga: Apakah Basmalah Termasuk Ayat Dalam Al-Qur’an?
Perbedaan persepsi inilah yang membuat hukum mereka juga berbeda dalam menjawab persoalan di atas. Jadi, ulama yang mengatakan bahwa Basmalah termasuk ayat dari Al-Fatihah, mereka mewajibkan membacanya dalam shalat, sedangkan ulama yang mengatakan bahwa Basmalah tidak termasuk ayat Al-Fatihah, mereka tidak mewajibkan membacanya dalam shalat.
Tetapi ada juga yang menghukumi sunnah saja. kecuali Imam Maliki, yang dengan tengas mengatakan bahwa membaca Basmalah bukanlah sebuah kesunnahan.
Soal membaca Basmalah dengan suara keras, ternyata para ulama juga berbeda pendapat. Adapun ulama yang tidak menyunatkan membacanya dengan suara keras adalah Abu Bakar ra., Umar bin Khatab ra., Utsman bin Affan ra., Ali bin Abi Thalib ra., Abdullah bin Mas’ud, Madzhab Ats-Tsauri, Imam Maliki, dan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi).
Sedangkan menurut Imam Syafi’i, beliau lebih condong mengatakan bahwa membacanya dengan suara keras pada shalat jahriyah adalah sunnah.
Kesimpulan
Madzhab apa yang anda ikuti, itulah yang perlu anda ikuti pula. Kesemuanya ulama tersebut tidak ada yang salah, mereka juga memiliki ikhtiyar masing-masing dalam membuat sebuah hukum, jadi tidak asal-asalan.
Kalau di Indonesia, mayoritas menggunakan madzhab Syfi’i. Untuk warga NU mayoritas juga menggunakan madzhab Syafi’i. Jadi sangat wajar jika mereka (warga Nahdiyin) identik dengan membaca Basmalah ketika mengawali bacaan Fatihah. Sedangkan untuk saudara kita Muhammadiyah, mereka juga membaca Basmalah, tetapi dengan suara lirih.
Lalu siapa yang paling benar?
Semuanya benar, yang salah adalah yang tidak shalat.