Hukum Wanita yang Berbicara Dihadapan Laki-Laki Banyak
Daftar Isi
Abusyuja.com_Bagaimanakah pandangan Islam mengenai wanita yang berdiri ditengah-tengah laki-laki untuk berbicara sesuatu yang berkaitan dengan materi keagamaan? Seperti yang biasa kita lihat, banyak sekali kita temukan sebuah majelis taklim yang narasumbernya adalah seorang perempuan, tetapi yang hadir kebanyakan adalah laki-laki. Kemudian wanita tersebut berpidato atau berceramah dihadapan para lelaki. Bagaimana Islam memandang hal tersebut? Apakah diharamkan? Berikut penjelasannya.
Baca juga:
Pada Muktamar NU ke-10 di Surakarta menjelaskan bahwa wanita yang berdiri ditengah-tengah laki-laki lain hukumnya adalah haram, kecuali apabila didalam majelis tersebut tidak melanggar aturan-aturan agama. Jadi apabila majelis atau perkumpulan tersebut sunyi dari larangan agama, maka hukumnya adalah boleh.
Yang dimaksud sunyi disini adalah ia tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan syariat, seperti membuka aurat, berkata-kata kotor, bersentuhan dengan lawan jenis, dan lain-lain. Apabila dalam perkumpulan tersebut sunyi dari hal-hal di atas, maka hukumnya boleh. Untuk hukum wanita yang berbicara dihadapan para lelaki juga boleh, sebab suara wanita bukanlah aurat.
Dalam kitab Ittihaf al-Sadah al-Muttaqin jilid VI halaman 495 dijelaskan bahwa, “sesungguhnya telinga Rasulullah Saw. pernah mendengar suara dua gadis pembantu wanita ketika beliau sedang tiduran diatas tempat tidur.”
Seandainya andaikan dibunyikan gitar di suatu tempat, niscaya Rasulullah Saw. beranjak duduk dari tempat itu karena suara gitar yang terdengar di telinganya. Hal ini menunjukkan bahwa suara wanita tidaklah diharamkan seperti keharaman alat musik seruling. Namun perlu dicatat, suara wanita menjadi haram apabila ada kekhawatiran timbul sebuah fitnah secara pasti.
Dalam Syarah al-Sittin halaman 109 dijelaskan bahwa, “wanita tidak diperbolehkan mengeraskan suaranya ketika sedang membaca Al-Qur’an demi menghindari timbulnya fitnah, walaupun pendapat yang lebih benar mengatakan bahwa suara wanita itu bukanlah termasuk aurat.”
Lalu apa maksud fitnah dalam konteks suara wanita? Tentu saja yang paling utama adalah memancing syahwat lawan jenis lewat kemerduan suara, atau mungkin memicu terjadinya perzinaan, dan lain sebagainya.
Sebab, setiap laki-laki memiliki daya tangkap tersendiri ketika mendengar suara wanita, khususnya wanita yang telah dewasa. Apa lagi jika wanita tersebut sengaja membuat intonasi manja atau ganjen (genit) yang membuka kesempatan besar bagi laki-laki untuk mengeluarkan syahwatnya. Jelas hal tersebut haram.
Kesimpulannya, hukum suara wanita adalah boleh, karena bukan termasuk aurat. Tetapi apabila dapat menimbulkan fitnah, maka hukumnya menjadi haram. Itulah pembahasan singkat mengenai hukum wanita yang berbicara dengan lawan jenis. Semoga bermanfaat.
Sumber:
Ittihaf al-Sadah al-Muttaqin (Muhammad Murtahda al-Zabidi)
Syarah Al-Sittin (Abdul Karim al-Mathari al-Dimyati)
Al-fatwa al-Kubra al-Fiqhiyah (Ibnu Hajar al-Haitami)