Kafarat Karena Sengaja Makan & Minum pada Bulan Ramadhan
Daftar Isi
Oleh karena itu, kami menegaskan bahwa orang yang makan dan minum dengan sengaja pada bulan Ramadhan itu wajib mengqadha' (mengganti) puasanya dan wajib juga baginya membayar kafarat. Alasannya, tanyailah hati kita masing-masing, dan kedua adalah sebagaimana perkataan para ulama mazhab Hanafi dan Maliki. Tetapi apabila makan dan minum yang ia lakukan disebabkan karena lupa atau tidak sengaja, maka tidak wajib baginya membayar kafarat sebagaimana yang akan kita terangkan di bawah nanti.
Dalam pandangan para ulama madzhab Hanafi, semua makanan dan obat-obatan dan apa saja yang berguna bagi tubuh, disukai oleh perasaan dan dapat memenuhi syahwat perut, bila dimakan dengan sengaja, bukan karena lapar atau dipaksa, maka wajib baginya mengqadha' dan membayar kafarat.
Baca juga :
- Kewajiban Membayar Kafarat bagi Suami dan Istri
- Apakah Ciuman dapat Membatalkan Puasa?
- Keringanan Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui
Para ulama mazhab Maliki juga berpendapat bahwa kafarat itu wajib dilakukan oleh siapapun yang sengaja membatalkan puasanya dengan salah satu sebab di atas tadi, bahkan jika batalnya itu disebabkan oleh keluarnya madzi dengan sengaja, ia tetap berkewajiban membayar kafarat, dan apabila tidak disengaja, maka tak perlu membayar kafarat.
Syarat wajib membayar kafarat.
Dalam mazhab Maliki, untuk wajib membayar kafarat setidaknya ada 4 syarat, yaitu :- Pertama, puasa yang dibatalkan adalah puasa pada bulan Ramadhan. Adapun puasa sunnah seperti Senin Kamis, Tarwiyah, Arafah dan lain sebagainya, tidaklah ada kewajiban kafarat di dalamnya.
- Kedua, batalnya itu disengaja. Akan tetapi apabila batalnya tadi karena lupa, atau tidak sengaja, atau karena uzur seperti sakit atau bepergian, maka yang wajib ia lakukan hanyalah mengqadha' saja.
- Ketiga, batalnya tadi atas kehendaknya sendiri. Adapun apabila batalnya tadi karena paksaan orang lain, maka ia tidak berkewajiban membayar kafarat, tetapi tetap wajib mengqadha'.
- Keempat, orang tersebut mengerti bahwa hukum membatalkan puasa itu dilarang. Oleh sebab itu bagi yang tidak mengerti larangan tersebut, seperti orang yang baru saja masuk Islam umpamanya, ia tidaklah berkewajiban membayar kafarat, tetapi tetap wajib mengqadha'. Bagi orang yang mengerti hukum membatalkan puasa ia tetap diwajibkan membayar kafarat, sekalipun ia tidak tahu bahwa hukum kafarat itu wajib.
- Barang yang sampai ke dalam perut itu masuknya lewat mulut. Jadi apabila masuknya tadi bukan dari mulut, maka ia hanya berkewajiban mengqadha' saja.
- Barang tersebut masuk ke dalam perut. Jadi apabila hanya sampai kerongkongan saja kemudian keluar lagi, maka tidak wajib baginya membayar kafarat, dan tidak wajib pula mengqadha'. Tetapi apabila benda itu berupa cairan, maka ia hanya wajib mengqadha' saja.
Dari hadits diatas, Syaikh Muhammad Bakar Isma'l dalam kitabnya Al-Fiqh Al-Wadhih (Juz 5 halaman 124) menjelaskan : "Berdasarkan hadits ini dapat disimpulkan bahwa, bila seorang lelaki batal puasanya di bulan Ramadhan. Dan ingat kata "batal" merupakan kata umum, dengan apapun yang dapat membatalkan puasa, maka wajiblah ia membayar kafarat, jadi buka hanya karena jimak saja. Karena pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara jimak dengan hal-hal yang yang membatalkan puasa. Karena penyebab apapun yang membatalkan puasa, bila dilakukan akan sama-sama melanggar kesucian bulan Ramadhan. Dan Allah juga yang lebih tahu (Wallahu A'lam)".
Pengarang Al-Fiqh Al-Islami juga berpendapat dalam bab ibadah bahwa diwajibkan kafarat apabila seseorang makan dengan sengaja pada siang hari pada bulan Ramadhan tanpa udzur yang diakui syara', yaitu apabila yang dimakan atau diminum itu sesuatu yang dapat memenuhi syahwat perut seperti :
- Makanan dan buah-buahan apa saja, roti, kue, sayur-sayuran dan lain-lain yang bisa dimakan.
- Sedikit garam dan semisalnya, bila sengaja dinikmati kelezatannya.
- Menelan biji gandum, atau wijen dari luar mulut, kecuali bisa sekedar mengunyah lalu menyusup ke sela-sela gigi dan tidak ada yang sampai masuk ke perut.
- Merokok apalagi dengan menelan asapnya, karena itupun dapat memenuhi syahwat.
- Menelan ludah suami atau kekasih demi mendapatkan kenikmatan (Dr. Mahmud Abdullah : Buletin Jami'ah Al-Azhar hal 143 edisi pertama).