Hukum Adzan dan Iqamah bagi Wanita Menurut 4 Madzhab
Daftar Isi
- Kapan Kita Disunnahkan Adzan?
- Sejarah Adzan dan Iqomah Lengkap
- Wanita shalat dirumah? atau di masjid?
Dan pada kesempatan kali ini, kita akan membahas mengenai hukum wanita melakukan adzan dan iqomah menurut 4 madzhab, yaitu Syafi'i, Maliki, Hanafi dan Hambali.
Hukum Adzan dan Iqamah bagi Wanita Menurut 4 Madzhab
Menurut Madzhab Syafi'i
Para ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa hukum adzan dan iqomah bagi wanita adalah mubah. Contoh : Seorang wanita adzan karena sedang hujan lebat, hal ini mubah atau boleh karena ia adzan untuk dirinya sendiri.Tetapi tidak boleh apabila wanita tersebut adzan dan iqomah dihadapan jamaah laki-laki yang sudah baligh dan berakal, karena suara wanita akan menjadi aurat dan dikhawatirkan akan memancing nafsu mereka. Baca juga : Hukum Suara Wanita Menurut 4 Madzhab
Beliau juga berpendapat bahwa syarat mu'adzin (orang yang adzan) adalah orang Islam, Baligh, berakal sehat dan seorang laki-laki.
Jadi tidak sah apabila seorang non muslim adzan, dan tidak sah pula adzan bagi wanita, anak kecil dan orang gila.
Menurut Madzhab Hanafi
Menurut madzhab Hanafi, syarat-syarat diatas (Islam, baligh, berakal dan laki-laki) hanyalah syarat kesempurnaan, jadi bukanlah syarat sahnya adzan. Apabila salah satu dari syarat-syarat tersebut dilanggar, maka hukumnya hanyalah makruh.
Tetapi ketika adzan sudah dikumandangkan oleh wanita, kita disunnahkan bagi kaum laki-laki (yang memenuhi syarat) untuk mengulanginya lagi. Sedangkan untuk iqomah tidak disunnahkan diulangi.
Menurut Madzhab Maliki
Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa syarat adzan haruslah laki-laki, jadi tidak ada tuntutan bagi wanita untuk mengumandangkan adzan dan iqomah. Hal ini juga disepakati oleh ulama-ulama lain seperti Madzhab Anas, Madzhab Hasan, Madzhab Ibnu Sirin, Madzhab Nakha'i, Madzhab Atsur dan ulama-ulama Ahli Ra'yu lainnya.Menurut Madzhab Hambali
Madzhab Hambali juga sepakat dengan Madzhab Maliki, yaitu tidak ada tuntutan bagi wanita untuk mengumandangkan adzan maupun iqomah. Beliau juga berpendapat bahwa laki-laki merupakan salah satu syarat adzan dan iqomah.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang riwayat Baihaqi yang sanadnya dipastikan shahih.
"Wanita tidaklah dituntut adzan maupun iqomah". (HR. Al-Baihaqi dengan sanad shahih).
Kesimpulan :
- Apabila wanita itu sendiri, boleh baginya mengumandangkan adzan dan iqomah. Contoh : Ketika sedang hujan lebat, ketika ada musibah dan lain-lain.
- Didalam jamaah, wanita tidak dituntun untuk adzan dan iqomah, tetapi jika di dalam jamaah tersebut memang tidak ada laki-laki muslim, dewasa dan baligh, maka sunnah baginya untuk adzan dan iqomah. Sebagaimana dilakukan oleh Aisyah, Ketika tidak ada seorangpun laki-laki dewasa di dalam jamah, Beliau melakukan iqomah dan menjadi imam shalat dari jamaah tersebut.
- Begitu juga sebaliknya, jika ada satu orang laki-laki yang memenuhi syarat diatas, maka adzan wanita tersebut tidak sah.
Itulah pembahasan mengenai Hukum Adzan dan Iqamah bagi Wanita Menurut 4 Madzhab. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam.
Diterbitkan oleh : Abu syuja