Mungkin sebagian ada yang bertanya, mengapa dalam dakwah harus melibatkan aktivitas perang? Padahal ada cara yang lebih bijak dan manusiawi dalam memadamkan suatu perselisihan, dengan perjanjian damai misalnya?
Untuk meluruskan pertanyaan tersebut, tentu satu hal yang harus Anda ketahui bahwa agama Islam datang tidak serta-merta seperti gula, terasa manis untuk segala kalangan dan lapisan masyarakat.
Rasulullah yang kala itu membawa Islam di Makkah, beliau tidak langsung seketika diterima dengan baik, malahan banyak sekali yang menentang, terutama orang-orang jahiliah.
Banyak orang-orang kafir yang akhirnya meneror dan mendiskriminasi baik secara fisik maupun mental kepada orang-orang minoritas Muslim kala itu. Mereka diancam dengan kekerasan, penyiksaan, bahkan pembunuhan.
Dari sinilah muncul pembelaan bahwa ketika memang dakwah secara halus tidak memungkinkan, maka jalan terakhirnya adalah “berperang”. Dan hal ini dibenarkan dalam Al-Qur’an. Setidaknya ada tiga tujuan mengapa Islam memutuskan untuk perang.
Pertama, untuk membela diri dari kejahatan kaum kafir, serta menjaga kehormatan dan harta benda. Kedua, sebagai sarana “terakhir” ketika dakwah secara halus tidak memungkinkan dan demi menjamin kelanjutan dakwah Islam. Ketiga, menjaga keutuhan umat Islam dari musuh-musuhnya.
Tepi, perang dalam Islam “wajib” menggunakan adab dan akhlak. Islam mengajarkan perang yang memiliki nilai ibadah, bukan hanya semata-mata untuk membunuh dengan hawa nafsu, penuh emosi, dendam, bahkan membabi buta.
Berikut adalah 10 etika atau adab-adab ketika berperang dalam Islam yang kami kutip dari kitab Tanbihul Ghafilin, Juz 2: 301:
Janganlah pergi kecuali atas izin dan ridho dari orang tua. Karena ridho Allah berada di ridhonya orang tua.
Sebelum berperang, hendaknya orang tersebut menunaikan kewajibannya terlebih dahulu, seperti salat, zakat, haji, dan kafarat-kafaratnya. Serta menyelesaikan tanggungan-tanggungan dengan sesama manusia, seperti melunasi hutang-hutang, meminta maaf kepada orang-orang yang disakiti, dan lain sebagainya.
Hendaknya orang tersebut meninggalkan nafkah kepada keluarganya. Setidaknya nafkah yang mencukupi ketika mereka ditinggal perang.
Hendaknya nafkah yang ditinggalkan itu harus dari usaha yang halal, dan diniatkan karena Allah Ta’ala.
Hendaknya orang tersebut patuh dan menuruti segala perintah dari komandannya atau panglimanya.
Hendaknya orang tersebut bersifat ramah kepada sesama kawan, murah senyum, saling tolong-menolong, serta membantu kebutuhan dan merawat mereka ketika sakit.
Ketika dalam perjalanan, hendaknya orang tersebut tidak mengganggu sesama kaum muslim atau kafir dzimmi yang ikut berperang.
Diharamkan bagi kaum muslimin yang lari dari medan perang. Itu artinya mereka lebih mencintai dirinya sendiri dibandingkan dengan agama Allah. Padahal syarat mati syahid adalah rela mengorbankan nyawa demi menegakkan agama Allah.
Tetapi saat perang, seseorang tidak diperbolehkan menginginkan mati karena ingin mati syahid, tetapi wajib berniat mendapatkan kemenangan demi tegaknya agama Islam.
Hendaknya seseorang tidak mengambil harta rampasan perang sebelum ada pembagian harta yang sah dan merata.
Hendaknya seseorang berperang demi tujuan menjunjung agama, dan membantu atau melindungi kaum-kaum mukmin yang lemah dari serangan orang-orang kafir.
Ketika musuh sudah mengaku kalah dan menyerah, maka janganlah diserang apalagi disiksa. Perlakukan mereka seperti tawanan dan rawat mereka dengan memberinya makan. Jangan membiarkan mereka mati kelaparan.
Ketika musuh sudah mengaku kalah dan menyerah, jangan paksa mereka untuk masuk Islam. Sebab, Islam bukanlah agama paksaan, tetapi agama rahmatan lil ‘alamin, yaitu agama rahmat dan kasih sayang.
Ketika di medan perang, hendak seseorang tidak diperkenankan membunuh hewan kecuali untuk keperluan konsumsi demi menunjang kemaslahatan perang.
Di dalam redaksi yang sama juga dijelaskan bahwa hendaknya seorang mujahid di jalan Allah harus memiliki 10 sifat ini:
(Sumber: Kitab Tanbihul Ghafilin, Juz 2: 302)
Demikianlah pembahasan singkat mengenai 10 etika ketika berperang dalam Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam